BAB II
PEMBAHASAN
1. PEMIKIRAN EKONOMI PADA MASA
DAULAH ISLAM (UMAYYAH, ABBASIYAH, USTMAN)
A.
UMAYYAH
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi
banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi
semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman kehidupan
Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut[1].
1. Berbagai catatan penting tentang
pemerintahaan Bani Umayyah adalah dapat dijelaskan sebagai berikut:
Muawiyah adalah seorang sahabat yang
mulia walaupun dia melakukan sebuah ijtihad politik dalam melakukan perlawanan
kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib dan ternyata ijtihad yang dia lakukan tidak
benar. Namun demikian, dia tetap berlaku adil dan semua sahabat adalah adil.
Marwan bin Hakam salah seorang khalifah (ke-4) termasuk yang banyak
meriwayatkan hadist. Khalifah Abdul Malik (khalifah ke-5) dikenal sebagai orang
yang berilmu luas dan seorang ahli fiqh, beliau termasuk ke dalam ulama Madinah
sebelum diangkat sebagai khalifah. Umar bin Abdul Aziz (khalifah ke-8) adalah
seorang Imam dalam masa ijtihad dan dianggap sebagai khalifaur al Rasyidun
ke-5.
2. Penaklukan beberapa kota dan negeri
hingga sampai ke wilayah Cina di sebelah timur, negeri-negeri di Andalusia
(Spanyol) dan selatan Perancis di sebelah barat sehingga pada masanya wilayah
pemerintahan Islam mencapai wilayah yang sangat luas sepanjang sejarah Islam
dan banyaknya manusia yang memeluk agama Islam.
B.
ABBASIYAH
Sejak zaman Abbasiyah, walaupun masih di lakukan secaran
perorangan. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata
uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu
mata uang dan mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang
mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang
yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid,
sarraf, dan jihbiz.[2]
Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan
beredarnya sakk (cek) dengan luas sebagai media pembayaran.
Zaman abbasiyyah selain terkenal dengan kemajuan
peradabannya, juga merupakan periode ketika para kepala pemerintahan mulai
bergelimang kemewahan. Kenyataan ini akhirnya menjauhkan mereka dari
nilai-nilai Islam. Setelah ibnu furat jatuh, beliau di ketahui mempunyai
160.000 dinar yang di depositokan di bankirnya, Hamid ibnu Abbas mempunyai
100.000 dinar, dan Sulaiman ibnu Wahabmempunyai 80.000 dinar.bila uang tersebut
di duga uang haram (mal-i-murafiq). Pemerintahan dapat mengambilnya dari
bankir yamg besangkutan setiap saat.
Begitulah jadinya bila umat Islam meninggalkan nilai-nilai
ajaran Islam. Mereka lebih menyukai kemewahan dunia-meskipun dengan berhutang
dan bergantung pada orang Yahudi dan Nasrani-dari pada hidup berkhidmat dengan
ajaran Islam. Padahal, Rasulullah s.a.w. telah mengigatkan kita melalui
percakapan beliau dengan Tsa’labah ibnu Khatib.[3]
C.
USTMAN
Pada masa pemerintahan ustman yang berlangsung selama 12
tahun, khalifah ustman ibn affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah
Armenia, tusinia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia,
transoxania, dan tabaristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah
kerasan dan iskandariah.[4]
Khalifah Ustman ibn Affan tetap mempertahankan sistem
pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada
masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam
memenuhi kebutuhan pokok masyarakat , ia memberikan bantuan yang berbeda pada
tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, dalam pendistribusian harta baitul
mal, khalifah ustman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya umar
ibn A-Khatab.[5]
Dengan harapan dapat memberikan tambahan pemasukan bagi
Baitul Mal, Khalifah Ustman menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah negara
kepada individu-individu untuk tujuan reklamasi.[6]
Memasuki enam tahun masa pemerintahan ustman ibn Affan,
tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai
kebijakan khalifah Ustman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah
menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum Muslimin.
Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak di warnai kekacauan
politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang khalifah.[7]
2. TRADISI DAN PRAKTEK EKONOMI
PADA MASA DAULAH AL-ISLAM (UMAYYAH, ABBASIYAH, USTMAN)
A. UMAYYAH
Beberapa tradisi dan praktek yang di lakukan oleh Bani
Umayyah pada masa daulah al-Islam, yaitu[8]:
1. Ketika diangkat menjadi Khalifah,
Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan rakyat dan mengumumkan serta menyerahkan
seluruh harta kekayaan pribadi dan keluarganya yang diperoleh secara tidak
wajar kepada baitul maal, seperti; tanah-tanah perkebunan di Maroko, berbagai
tunjangan yang di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, hingga
cincin berlian pemberian Al Walid.
2. Selama berkuasa beliau juga tidak
mengambil sesuatupun dari baitul maal, termasuk pendapatan Fai yang telah
menjadi haknya.
3. Memprioritaskan pembangunan
dalam negeri. Menurutnya, memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan
negeri-negeri Islam adalah lebih baik daripada menambah perluasan wilayah.
Dalam rangka ini pula, ia menjaga hubungan baik dengan pihak oposisi dan
memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.
4. Dalam melakukan berbagai kebijakannya,
Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih bersifat melindungi dan meningkatkan taraf
hidup masyarakat secara keseluruhan.
5. Menghapus pajak terhadap kaum
muslimin, mengurangi beban pajak kaum Nasrani, membuat aturan takaran dan
timbangan, membasmi cukai dan kerja paksa,
6. Memperbaiki tanah pertanian,
menggali sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan, pembuatan tempat-tempat
penginapan musafir, dan menyantuni fakir miskin. Berbagai kebijakan ini
berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak
ada lagi yang mau menerima zakat.
7. Menetapkan gaji pejabat sebesar 300
dinar dan dilarang pejabat tersebut melakukan kerja sampingan. Selain itu pajak
yang dikenakan kepada non-muslim hanya berlaku kepada tiga profesi, yaitu
pedagang, petani, dan tuan tanah.
B.
ABBASIYAH
Bani Abbasiyah meraih tampuk kekuasan Islam setelah berhasil
setelah menggulingkan pemerintahan umayyah pada tahun 750 H. para pendiri ini
adalah keturunaan abbas. Pada masa ini pemerintahan Islam dipindahkan dari
Damaskus ke Baghdad. Dinasti ini berkuasa selama lima abad. Pada masa abbasiyah
mencapai masa ke emasan pada priode pertama.
Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu di tandai dengan
beredarnya Sakk (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan
peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit,
menyalurkannya, dan metransfer uang.[9]
1. Abu Ja’Far Al-Manshor
Ia memerintah hanya dalam waktu
singkat. Tetapi pada pemerintahanya dia lebih banyak melakukan konsolidasi dan
penerbitan administrasi birokrasi. Ia menciptakan tradisi baru dibidang
pemerintahan dengan mengangkat seorang wazir sebagai coordinator depertemen. Ia
juga membentuk lembaga-lembaga protol Negara, sketaris Negara, kepolisian
Negara, serta membenahi angkatan bersenjata dan membentuk lembaga kehakiman
Negara.
2. Al-Mahdi
Ia banyak menerapkan kebijakan yang menguntungkan rakyat banyak. Seperti membangun tempat-tempat persinggahan para musafir haji, pembuatan kolam-kolam air bagi para khafilah dagang beserta hewan bawaanya, dan memperbsiki , memperbanyak jumlah telaga dan perigi, dia juga mengembalikan harta yang dirampas oleh ayahnya kepada pemiliknya masing-masing. Perekonomian Negara mulai meningkat dengan peningkatan sector pertanian melalui irigasi, dan, pertambaangan. Disamping itu jalur transit perdagangan antara timur dan barat juga banyak menghasilkan kekayan, karena basrah menjadi pelabuhan yang penting.
Ia banyak menerapkan kebijakan yang menguntungkan rakyat banyak. Seperti membangun tempat-tempat persinggahan para musafir haji, pembuatan kolam-kolam air bagi para khafilah dagang beserta hewan bawaanya, dan memperbsiki , memperbanyak jumlah telaga dan perigi, dia juga mengembalikan harta yang dirampas oleh ayahnya kepada pemiliknya masing-masing. Perekonomian Negara mulai meningkat dengan peningkatan sector pertanian melalui irigasi, dan, pertambaangan. Disamping itu jalur transit perdagangan antara timur dan barat juga banyak menghasilkan kekayan, karena basrah menjadi pelabuhan yang penting.
3. Harum Al-Rasyid
Pada
saat pemerintahan di kuasai oleh Harum Al-Rasyid, pertumbuhan perekonomian
berkembang dengan pesat, dan kemakmuran d dalam dinasti Abbasiyah, dan mencapai
puncaknya bpada saat ini. Dia juga melakukan deservikasi sumber pendapatan
Negara. Ia membangun Baitul Mal untuk mengurus keuangan Negara dengan
menunjukseseorang wazir yang mengepalai beberapa diwan seperti: diwan
al-khazanah, diwan al-azra, diwan khazaim as-siaab. Sumber pendapatan pada masa
ini adalah bkharaj, jizyah, zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainya
seperti wakaf, sedekah, dan harta warisan orang-orang yang tidak mempunyai ahli
waris. Dia juga sangat memperhatikan perpajakan. Ia juga menunjuk Qadi Abu
Yusuf untuk menyusun sebuah kitap pedoman mengenai keuangan Negara secara
syariah. Dalam pemungutan kharaj, para khalifah Abbasiyah melakukan dengan tiga
cara, yaitu :
1. Al-Muhasabah
2. Al-Muqasamah
3. AL-Muqatha’ah
2. Al-Muqasamah
3. AL-Muqatha’ah
C.
USTMAN
Ustman bin Affan adalah khalifah ketiga, beliau
adalah seorang yang jujur dan saleh, tetapi sangat tua dan lemah lembut. Dia
adalah seorang dari beberapa orang terkaya di antara sahabat nabi.[10]
Setelah dinasti Abbasiyah runtuh di Baghdad, muncul daulah
Usmani menjadi salah satu kekuatan politik Islam terbesar didunia. Pendiri
daulah ini adalah bangsa turki dan kabilah Oghuz yang mendiami daerah mongol,
dan daerah utara China. Pada masa pemerintahan khalifah Usmani dan
penggantinya, daulah Usmani banyak melakukan perkuasan wilayah. Daulah Usmani
mengalami madsa ke emasan ketika tampuk kekuasan berada di tangan Muhammad II
atau Muhammad al-fatih (1451-1484) dan sulta
Sulaiman
Qanuni (1520-1566).[11] Dalam mengembanhgkan kehidupanya perekonomianya, daulah
Usmani melanjutkan kebijakan yang telah diterapkan dinasti Abbasiyah. Baitul
Mal tetap difungsikan sebagai kantor perbendaharaan Negara. Pada awalnya
seiring dengan luasnya wilayah yang dikuasai, daulah Usmani memggumakan system
desentralisasi dalam mengatur pemungutan pajak. Namun dikemudian hari
menimbulkan permasalahan. Para pejabat local mulai banyak melakukan penyimpangan,
seperti memungut pajak melebihi batas, membebani kewajiban tambahan kepada para
petani serta melegistami brerbagai pungutan liar, sementara pemerintah pusatnya
tidak bisa melakukan pengawasan secara maksimal, karena terfokus kepada
berbagai peperangan dengan bangsa eropa.disamping lausnya wilayah kekuasaan,
hal tersebut mendorong pemerintah pusat untuk mengubah kebijakan menjadi
sentralistik.
Di bidang agragria, pola kebijakan pemerintah usmani mengacu
kepada undang-undang agraria warisan bizantium. Undang-undang ini terdapat dua
garapan, yaitu Al-Iqta al-Asbghar atau timar dan ziamat. Untuk menunjang
aktifitas ekonomi, Daulah Usmani juga mencetak uang. Namun, sultan di cantumkan
pada setiap mata uang yang beredar sebagai tanda penguasaan dimasa itu. Ketika
terjadi inflasi, Sultan Murad IV mengelurkan kebijakkan penambahab tukar nata
uang emas dan perak, dan melakukan efesiensi pengeluran terhadap gaji pasukan
dan keperluan istana.Sebagai bangsa yang berdarah militer, Daulah Usmani
lebih memfokuskan kegiatanya dalam bidang kemiliteran, sehingga aktifitas di
bidang pengembangan ilmu pengetahuan tidak terlalu menonjol selama masa
pemerintahanya. Namun mereka banyak melakukan berbagai pembangunan seperti
masjid, istana yang megah, sekolah, rumah sakit, panti asuhan, penginapan,
permandian umum,dan pusat-pusat terekat. Pada awal abad ke enam belas, daulah
usmani terlibat konfrontasi dengan bangsa Eropa dalam melakukan perebutan
pengaturan tata ekonomi dunia. Daulah usmani meguasai semenanjung balakan dan
afrika utara, sementara bangsa eropa melakukan ekspansi ke benua amerika dan
Afrika termasuk menguasai jalur perdagan di wilayah asia tenggara. Hingga
akhirnya daulah usmani kalah perang, dan kehilangan seluruh kekuasaanya. Akibat
peperangan tersebut, disamping pembrontakan diberbagai wilayah kekuasaanya, dan
pemerintahanya daulah usmani juga berakhir pada tahun 1924 M.
BAB III
KESIMPULAN
Dari data yang kami dapat bahwa Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan
ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad, Sejak zaman Abbasiyah, walaupun
masih di lakukan secara perorangan perbankan mulai berkembang pesat ketika
beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus
untuk membedakan antara satu mata uang dan mata uang lainnya, Khalifah Ustman
ibn Affan tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta
memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi
Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarata: Gema Insani Press, 2001
------, Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam, Jakarata: Pustaka Pelajar, 2001
------, Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006
------, Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
[2] Adiwarman Aswar
Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarata: Gema Insani
Press, 2001), 63.
[3] Ibid.,
63-64.
[4] Adiwarman Aswar
Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), 78.
[5] Ibid., 80.
[6] Adiwarman
Aswar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, ( Jakarta: Rajawali Pers,
2010), 81.
[7] Ibid., 81.
[8]http://www.plusnetwork.com/?sp=chv&q=tradisi%20dan%20praktek%20pada%20masa%20ummayah
[9] Adiwarman Aswar
Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarata: Gema Insani
Press, 2001), 63.
[10] Nur Chamid, Jejak
Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), 93.
[11]http://www.plusnetwork.com/?sp=chv&q=tradisi%20dan%20praktek%20pada%20masa%20ummayah.
boleh di ambil sedikit ya kaka mugni :D
ReplyDelete