PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DENGAN EKONOMI KONVENSIONAL


PERBEDAAN EKONOMI ISLAM DENGAN KONVENSIONAL



Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya anugerah dari Allah swt agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah swt untuk dipertanggungjawabkan.


Pengertian Ekonomi Islam


Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban kerana Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:


“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.

Kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw:

"Barang siapa diwaktu harinya keletihan karena bekerja, maka di waktu itu ia mendapat ampunan".
(HR.Thabrani dan Baihaqi)

Tujuan Ekonomi Islam

Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.

Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:


1. Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.


2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakupi aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.


3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahawa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakupi lima jaminan dasar:

· Keselamatan keyakinan agama ( al din)

· Kesalamatan jiwa (al nafs)

· Keselamatan akal (al aql)

· Keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)

· Keselamatan harta benda (al mal)


Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:

1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau anugerah dari Allah swt kepada manusia.

2. Islam mengakui pemilikan peribadi dalam batas-batas tertentu.

3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama.

4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.

5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.

6. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.

7. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)

8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.


Perbedaan Ekonomi Islam dengan Ekonomi Konvensional

I. Pokok-Pokok Ekonomi Konvensional

Sistem Ekonomi Konvensional

Sistem ekonomi kapitalis diawali dengan terbitnya buku The Wealth of Nation karangan Adam Smith pada tahun 1776. Pemikiran Adam Smith memberikan inspirasi dan pengaruh besar terhadap pemikiran para ekonom sesudahnya dan juga pengambil kebijakan negara.

Lahirnya sistem ekonomi kapitalis, sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari perkembangan pemikiran dan perekonomian benua Eropa pada masa sebelumnya. Pada suatu masa, di Benua Eropa pernah ada suatu zaman dimana tidak ada pengakuan terhadap hak milik manusia, melainkan yang ada hanyalah milik Tuhan yang harus dipersembahkan kepada pemimpin agama sebagai wakil mutlak dari Tuhan. Pada zaman tersebut yang kemudian terkenal dengan sistem universalisme. Sistem ini ditegakkan atas dasar keyakinan kaum agama “semua datang dari Tuhan, milik Tuhan dan harus dipulangkan kepada Tuhan”.

Kemudian lahir pula golongan baru, yang mendekatkan dirinya pada kaum agama, yaitu kaum feodal. Mereka ini yang berkuasa di daerahnya masing-masing, lalu menguasai tanah-tanah dan memaksa rakyat menjadi hamba sahaya yang harus menggarap tanah itu. Sistem feodal hidup subur di bawah faham universalisme. Faham ini lebih terkenal dengan feodalisme. Jika kaum feodal memaksa rakyat bekerja mati-matian, maka kaum agama dengan nama Tuhan menghilangkan hak dari segala miliknya. Artinya kaum feodal yang bekerjasama dengan kaum agama, telah mempermainkan seluruh hak milik manusia untuk kepentingan mereka sendiri.

Gambaran yang dapat diperoleh dari zaman kaum agama dan feodal ialah manusia hidup seperti hewan, tidak mempunyai fikiran sendiri, tidak mempunyai hak atas dirinya sendiri dan semuanya hanyalah kaum agama yang memilikinya. Inilah suatu kesalahan besar yang pernah diperbuat oleh kaum agama di benua Eropa. Seluruh masyarakat Eropa berontak dan mengadakan perlawanan menentang kaum agama dan feodal. Pecahlah revolusi Perancis yang sudah terkenal itu.

Revolusi Perancis (1789 – 1793) dipandang sebagai puncak kegelisahan dari rakyat yang tertindas dan dirampas haknya. Dengan dendam dan kemarahan yang luar biasa mereka menghancurkan universalisme dan feodalisme yang mengikat mereka. Tetapi, akibatnya lebih buruk dari itu. Bukan saja mereka memusuhi kaum agama dan feodal, tetapi juga menjatuhkan nama suci dari Tuhan yang selalu dibuat kedok oleh kedua golongan di atas.

Di samping itu, berkembangnya sistem ekonomi kapitalis juga dapat dirunut dari sejak munculnya fahamfisiokrat (abad 17) yang mengatakan bahwa pertanian adalah dasar dari produksi negara, sebab itu, seluruh perhatian harus ditumbuhkan kepada memperbesar hasil pertanian. Kemudian lahir pula paham merkantilisme (awal abad 18) yang mengatakan bahwa perdagangan adalah lebih penting dari pertanian, karena itu pemerintah harus memberikan perhatiannya kepada mencari perdagangan dengan negara-negara lainnya.

Pada pertengahan abad ke-18, lahirlah paham baru yang dinamakan liberalisme dari Adam Smith (1723 – 1790) di Inggris. Menurut dia, bukan soal pertanian atau perdagangan yang harus dipentingkan, tetapi titik beratnya diletakkan pada pekerjaan dan kepentingan diri. Jika seseorang dibebaskan untuk berusaha, dia harus dibebaskan pula untuk mengatur kepentingan dirinya. Sebab itu ajaran laiser aller, laisser passer (merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi pedoman bagi persaingan mereka. Selanjutnya manusia memasuki kancah individualisme yang ditandai dengan nafsu untuk menumpuk harta sebanyak-banyaknya yang ditimbulkan oleh persaingan yang bebas tadi. Dari paham liberalisme, timbullah kaum borjuis. Kaum borjuis ini akhirnya menimbulkan sistem ekonomi, sistem ekonomi kapitalis.

Berkembangnya paham kapitalis menimbulkan reaksi yang ditandai dengan munculnya paham komunisme. Paham ini lahir dari seorang Jerman, bernama Karl Marx pada tahun 1848 yang sangat kecewa terhadap sistem ekonomi kapitalis yang dianggap telah menyengsarakan rakyat banyak. Silih berganti nasib yang dilalui paham Marx itu. Tetapi akhirnya sewaktu Lenin mendirikan pertama kali negara komunis di Rusia pada tahun 1917, maka marxisme telah menjejakkan kakinya dengan kuat sebagai dasar bagi negara baru tersebut. Walapun ajaran komunisme ini pernah menguasai hampir separo dari penduduk dunia, akan tetapi paham ini dianggap telah runtuh bersamaan dengan runtuhnya Rusia.

Ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan individu adalah rasional. Rasionality assumption dalam ekonomi menurut Roger LeRoy Miller adalah individuals do not intentionally make decisions that would leave them worse off. Ini berarti bahwa rasionaliti didefinisikan sebagai tindakan manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya yaitu memaksimumkan kepuasan atau keuntungan senantiasa berdasarkan pada keperluan (need) dan keinginan-keinginan (want) yang digerakkan oleh akal yang sehat dan tidak akan bertindak secara sengaja membuat keputusan yang bisa merugikan kepuasan atau keuntungan mereka.

Adapun konsep-konsep pemikiran penting dalam sistem ekonomi konvensional adalah sebagai berikut:

a) Rational economic man

Ilmu ekonomi konvensional sangat memegang teguh asumsi bahwa tindakan individu adalah rasional. Berdasarkan paham ini, tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Dalam implementasinya, rasionaliti ini dianggap dapt diterapkan hanya jika individu diberikan kebebasan dalam arti yang seluas-luasnya, sehingga dengan sendirinya di dalamnya terkandung individualisme dan liberalisme. Adam Smith menyatakan bahwa tindakan individu yang mementingkan kepentingan diri sendiri pada akhirnya akan membawa kebaikan masyarakat seluruhnya karena tangan tak tampak (invisible hand) yang bekerja melalui proses kompetisi dalam mekanisme pasar. Oleh karena itu, kapitalisme sangat menjunjung tinggi pasar yang bebas dan menganggap tidak perlu ada campur tangan pemerintah.


b) Positivism

Kapitalisme berusaha mewujudkan suatu ilmu ekonomi yang bersifat objektif, bebas dari petimbangan moralitas dan nilai, dan karenanya berlaku universal. Ilmu ekonomi telah dideklarasikan sebagai kenetralan yang maksimal di antara hasil akhir dan independensi setiap kedudukan etika atau pertimbangan normatif. Untuk mewujudkan obyektivitas ini, maka positivism telah menjadi bagian integral dari paradigma ilmu ekonomi. Positivism menjadi sebuah keyakinan bahwa setiap pernyataan ekonomi yang timbul harus mempunyai pembenaran dari fakta empiris. Paham ini secara otomatis mengabaikan peran agama dalam ekonomi, sebab dalam banyak hal, agama mengajarkan sesuatu yang bersifat normatif.


c) Hukum Say

Terdapat suatu keyakinan bahwa selalu terdapat keseimbangan (equilibrium) yang bersifat alamiah, sebagaimana hukum keseimbangan alam dalam tradisi fisika Newtonian. Jean Babtis Say menyatakan bahwa supply creates its own demand, pena
waran menciptakan permintaannya sendiri. Ini berimplikasi pada asumsi bahwa tidak akan pernah terjadi ketidakseimbangan dalam ekonomi. Kegiatan produksi dengan sendirinya akan menciptakan permintaannya sendiri, maka tidak akan terjadi kelebihan produksi dan pengangguran. Implikasi selanjutnya, tidak perlu ada intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi. Intervensi pemerintah dianggap justru akan mengganggu keseimbangan alamiah. Asumsi inilah yang menjadi piranti keyakinan akan kehebatan pasar dalam menyelesaikan semua persoalan ekonomi. Inilah salah satu paradigma ilmu ekonomi konvensional.


Tujuan Ekonomi Konvensional

Sesuai dengan pahamnya tentang rational economics man, tindakan individu dianggap rasional jika tertumpu kepada kepentingan diri sendiri (self interest) yang menjadi satu-satunya tujuan bagi seluruh aktivitas. Dalam ekonomi konvensional, perilaku rasional dianggap ekuivalen (equivalent) dengan memaksimalkan utiliti. Ekonomi konvensional mengabaikan moral dan etika dalam pembelanjaan dan unsur waktu adalah terbatas hanya di dunia saja tanpa memikirkan hari akhirat.

Dalam sistem ekonomi kapitalis, materi adalah sangat penting bahkan dianggap sebagai penggerak utama perekonomian. Dari sinilah sebenarnya, istilah kapitalisme berasal, yaitu paham yang menjadikan kapital (modal/material) sebagai isme. Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar. Pasar berfungsi memberikan “signal” kepada produsen dan konsumen dalam bentuk harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang menggerakkan perekonomian mencari laba.


II. Pokok-Pokok Ekonomi Islam

Pertumbuhan awal terbentuknya ekonomi islam terjadi pada saat masa berdirinya negara Islam di Madinah. Meskipun belum dikatakan sempurna sebagai sebuah studi ekonomi, tapi masa itu merupakan benih bagi tonggak-tonggak timbulnya dasar ekonomi Islam. Secara amaliyah, segala dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah sistem telah dipraktekkan pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang amat sederhana sesuai dengan masanya. Lembaga keuangan seperti bank dan perusahan besar (PT) tentunya belum ditemukan. Namun demikian lembaga moneter di tingkat pemerintahan telah ada, yaitu berupa Baitul Mal. Perusahaan (PT) pun telah dipaktekkan dalam skala kecil dalam bentuk musyarakah.


Sistem Ekonomi Islam

Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi islam ini merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran islam yang komprehensif dan telah dinyatakan Allah SWT. Sebagai ajaran yang sempurna. (QS Al-Maidah ayat 3).

Didalam sistem ekonomi islam terdapat asas-asas yang membangun sistem ekonomi islam. Yaitu :

1. Cara Pemilikan Harta Dalam Islam (Al-Milkiyah)

Terdapat tiga jenis pemilikan dalam islam. Yaitu :

· Hak Milik Umum: meliputi mineral-mineral dalam bentuk padar, cair dan gas termasuk petroleum, besi, tembaga, emas dan sebagainya yang didapati sama ada di dalam perut bumi atau di atasnya, termasuk juga segala bentuk tenaga dan intensif tenaga serta industri-industri berat. Semua ini merupakan hak milik umum dan wajib diuruskan (dikelola) oleh Daulah Islamiyah (negara) manakala manfaatnya wajib dikembalikan kepada rakyat

· Hak Milik Negara meliputi segala bentuk bayaran yang dipungut oleh negara secara syar’i dari warganegara, bersama dengan perolehan dari pertanian, perdagangan dan aktivitas industri, di luar dari lingkungan pemilikan umum di atas. Negara membelanjakan perolehan tersebut untuk kemaslahatan negara dan rakyat

· Hak Milik Individu: selain dari kedua jenis pemilikan di atas, harta-harta lain boleh dimiliki oleh individu secara syar’i dan setiap individu itu perlu membelanjakannya secara syar’i juga.


2. Cara Pengelolaan Kepemilikan (At-Tasharruf Fi Al Milkiyah)

Secara dasarnya, pengelolaan kepemilikan harta kekayaan yang telah dimiliki mencakup dua kegiatan, yaitu :

· Pembelanjaan Harta (Infaqul Mal)

Pembelanjaan harta (infaqul mal) adalah pemberian harta kekayaan yang telah dimiliki. Dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa harta tersebut haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infak fi sabilillah, membayar zakat, dan lain-lain. Kemudian nafkah sunnah seperti sedekah, hadiah dan lain-lain. Baru kemudian dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah (harus). Dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk sesuatu yang terlarang seperti untuk membeli barang-barang yang haram seperti minuman keras, babi, dan lain-lain.

· Pengembangan Harta (Tanmiyatul Mal)

Pengembangan harta (tanmiyatul mal) adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki. Seorang muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian, maupun perdagangan. Selain Islam juga melarang pengembangan harta yang terlarang seperti dengan jalan aktiviti riba, judi, serta aktivitas terlarang lainnya.

· Pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan umum itu adalah hak negara (Daulah Islamiyah), kerana negara adalah wakil ummat. Meskipun menyerahkan kepada negara untuk mengelolanya, namun Allah SWT telah melarang negara untuk mengelola kepemilikan umum tersebut dengan jalan menyerahkan penguasaannya kepada orang tertentu. Sementara mengelola dengan selain dengan cara tersebut diperbolehkan, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syara'.


Adapun pengelolaan kepemilikan yang berhubungan dengan kepemilikan negara dan kepemilikan individu, nampak jelas dalam hukum-hukum baitul mal serta hukum-hukum muamalah, seperti jual-beli, gadai (rahn), dan sebagainya. As Syari' juga telah memperbolehkan negara dan individu untuk mengelola masing-masing kepemilikannya, dengan cara tukar menukar (mubadalah) atau diberikan untuk orang tertentu ataupun dengan cara lain, asal tetap berpijak kepada hukum-hukum yang telah dijelaskan oleh syara’.


Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Choudhury dalam bukunya Contribution to Islamic Economic Theory (1986) menjelaskan bahwa prinsip dasar ekonomi islami adalah tauhid (unity, persaudaraan(brotherhood, kerja (work), produktivitas (productivity)dan keadilan atau kesamaan hak (distributional equity).

Jadi seseorang yang ingin melakukan kegiatan ekonomi yang dituntun oleh nilai-nilai Islam harus melandaskan perilakunya pada prinsip kesatuan (tawheed/unity) dengan Tuhannya. Artinya setiap langkah dan kegiatan ekonomi kita, baik dalam bentuk kerja (work) ataupun memproduksi(productivity), selalu merasa dalam pengawasan-Nya dan tunduk terhadap norma yang telah ditetapkan-Nya(sunnatullah). Serta diimbangi dengan semangat persaudaraan (brotherhood) antara sesama yang diwujudkan dalam semangat keadilan dan kesamaan hak. Dalam bentuk keseharian, prinsip persaudaraan diilustrasikan dengan sikap saling tolong-menolong(ta’awun). Jika pada suatu kondisi yang lebih (aghniyai),maka berdasarkan prinsip brotherhood dan distributional equity, tindakan yang harus dilakukan adalah membagi kelebihan tersebut dengan yang kurang (masakin).

Ekonomi konvensional yang mengutamakan kepentingan individu dan memaksimulkan kemanfaatan (utilitas) dapat mendatangkan bencana bagi kehidupan manusia. Sebab, mereka cenderung mennggalkan nilai agama dan tidak mempedulikan halal haram dalam upaya mencari rezeki. Saat ini, mulai muncul kesadaran diantara para ekonom sekkuler bahwa praktek ekonomi mereka keliru, karena mengabaikan nilai moral, agama dan kemanusiaan. (Saefuddin Muhammad, 2002 : 78)

Sistem ekonomi Islam, yang menganut mekanisme pasar, memberikan kebebasan penuh kepada para pelaku bisnis termasuk podusen dan konsumen. Pasar dalam ekonomi Islam menganut sistem pasar bebas terkendali. Artinya, campur tangan pemerintah dibolehkan jika memang diibutuhkan untuk menjamin kepentingan masyarakat dan menjaga pasar agar dapat berjalan dengan kondisi perekonomian yang sebenarnya. Ini sejalan dengan prinsip ekonomi Islam yang tidak memandang kepentingan individu di atas kepentingan bersama.

Ibn Taimiyah mengemukakan beberapa ciri dan prinsip pasar sebagai implikasi dari doktrin kebebasan ekonomi dalam Islam:

1. Setiap orang bebas masuk dan meninggalkan pasar

2. Harus ada informasi yang jelas mengenai kekuatan pasar dan barang-barang dagangan (komoditi)

3. Tidak boleh ada unsur monopoli

4. Haram hukumnya melakukan penyimpangan dari prinsip kebebasan ekonomi yang jujur, seperti melakukan sumpah palsu, takaran yang tidak tepat dan berniat buruk.


Tujuan Utama Ekonomi Islam

Tujuan ekonomi Islam membawa kepada konsep al-fallah (kejayaan) di dunia dan di akhirat. Ekonomi Islam meletakkan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini di mana segala bahan-bahan yang ada di bumi diperuntukkan untuk manusia. Kesemuannya bertujuan untuk beribadah kepada Allah swt. Manusia merupakan makhluk sosial (zone politicon) karena itu soal pemilikan harta terdapat hak milik individu dan juga terdapat hak masyarakat umum.

Implikasinya, aktifitas ekonomi yang dilakukan senantiasa dapat dipertanggungjawabkan, baik pertanggungjawaban sosial maupun pertanggungjawaban terhadap pemilik alam raya ini, Allah SWT. Konsep tujuan ini yang sangat mendukung terciptanya keseimbangan alam semesta meskipun aktifitas ekonomi berupa pemanfaat kekayaan alam terus dilakukan. Sistem ekonomi Islam melihat ektifitas ekonomi sebagai sebuah ibadah, karena itu, aktifitas ekonomi yang dilakukan senantiasa membawa ke-mashlahatan, baik bagi masyarakat maupun bagi eksistensi agama. Tujuan sistem ekonomi konvensional hanya berorientasi duniawi tanpa melihat dimensi eskatologisnya.

sumber : www.google.co.id

Comments