BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dengan berkembangnya peradaban
manusia, manusia banyak melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Mulai dari menabung, meminjam uang, dan sampai kepada
yang menggunakan jasa untuk mngirim uang dari berbagai kota dan
negara. Dalam menjalankan kegiatan ekonominya, Islam telah memberi
ketetapan bahwa riba hukumnya adalah haram.
Riba berarti menetapkan bunga atau
melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan presentase tertentu
dari jumlah pinjaman pokok yang telah dibebankan kepada peminjam. Secara umum,
riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam
meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
Mengenai riba, Islam bersikap keras
dalam persoalan ini karena semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia
baik dari segi akhlak, masyarakat maupun perekonomiannya. Karena, Pada
hakekatnya riba (kredit lunak berbunga besar), atau pinjaman yang salah
penerapannya akan berakibat “meningkatnya harga barang yang normal menjadi
sangat tinggi, atau berpengaruh besar terhadap neraca pembayaran antar bangsa,
kemudian berakibat melejitnya laju inflasi, akibatnya akan dirasakan pada semua
orang pada semua tingkah penghidupan.
B.
Rumusan
Masalah
Didalam Makalah ini akan dibahas meliputi :
1.
Apakah
yang dimaksud Riba ?
2.
Riba
dalam dewasa ini
3.
Riba
dalam Ekonomi Syariah
4.
Hukum
Riba dalam Islam
5.
Tahapan
Larangan Riba dalam al-Qur'an
6.
Sebab-sebab
Riba Diharamakan
7.
Dampak
Riba Dan Bunga Bank
8.
Cara
Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
9.
Manfaat
Berekonomi Tanpa Dengan Riba
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Riba
2.
Untuk
mengetahui sebab-sebab riba diharamkan dalam ekonomi Islam
3.
Untuk
mengetahui cara yang harus dilakukan untuk menghindari Riba
D.
Manfaat
Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini
yaitu selain sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-dasar ekonomi islam,
penulis berharap dengan makalah ini dapat menambah keilmuan para pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.
BAB II
PEMBAHASAN
RIBA DALAM EKONOMI ISLAM
A.
Pengertian
Riba
Ditinjau dari Bahasa Arab riba
memiliki makna tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi. Riba menurut Bahasa adalah
menambah dan berkembang, sedangkan menurut istilah adalah tambahan dalam
hal-hal tambahan tertentu.[1]
Riba sering juga diterjemahkan dalam
bahasa Inggris sebagai "Usury" dengan arti tambahan uang atas modal
yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh syara', baik dengan jumlah
tambahan yang sedikit atau pun dengan jumlah tambahan banyak. Adapun pengertian
riba menurut beberapa Ulama adalah sebagai berikut :
1.
Menurut
Mughni Muhtaj oleh Syarbini, riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang
yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau
dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah
satunya.
2.
Menurut
Al-Jurnaini merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan pembayaran
tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi dua
orang yang membuat akad.
3.
Menurut
Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an, riba adalah suatu perbuatan mengambil
harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang meminjamkan uang 1000 rupiah
mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat tambahan 1000 rupiah tanpa
ganti.
4.
Menurut
Ijtima Fatwa Ulama Indonesia, riba adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi
karena penanggungan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya atau biasa
disebut dengan riba nasi’ah.[2]
Berbicara riba
identik dengan bunga bank atau rente, sering kita dengar di tengah-tengah
masyarakat bahwa rente disamakan dengan riba. Pendapat itu disebabkan rente dan
riba merupakan "bunga" uang, karena mempunyai arti yang sama yaitu
sama-sama bunga, maka hukumnya sama yaitu haram.
Riba (usury) erat kaitannya
dengan dunia perbankan konvensional, di mana dalam perbankan konvensional
banyak ditemui transaksi-transaksi yang memakai konsep bunga, berbeda dengan
perbankan yang berbasis syari'ah yang memakai prinsip bagi hasil (mudharabah)
yang belakangan ini lagi marak dengan diterbitkannya undang-undang perbankan
syari'ah di Indonesia nomor 7 tahun 1992.[3]
B.
Riba
dalam dewasa ini
Dengan perkembangan zaman dan
disertai pula dengan perkembangan transaksi keuangan dalam dunia modern ini,
tampaknya ada perbedaan penafsiran tentang riba, hal ini dapat di ketahui
dengan adanya sistem bunga di beberapa institusi bahkan pribadi seseorang yang
melakukan transaksi hutang piutang atau pinjaman.
Diantara pandangan-pandangan tentang riba ada yang menyatakan bahwa yang termasuk adalah suatu tambahan yang berlipat ganda ‘أضعا فا مضاعفة’ sehingga melahirkan pemahaman bahwa adanya tambahan yang tidak berlipat ganda, dalam artian tidak terlalu banyak [seperti bunga yang persennya kecil untuk pinjaman] bukanlah termasuk riba. Namun adapula yang menyatakan bahwa segala bentuk tam
bahan atas poko pinjaman ‘الزيادة
الإستعلالية’ adalah riba.Diantara pandangan-pandangan tentang riba ada yang menyatakan bahwa yang termasuk adalah suatu tambahan yang berlipat ganda ‘أضعا فا مضاعفة’ sehingga melahirkan pemahaman bahwa adanya tambahan yang tidak berlipat ganda, dalam artian tidak terlalu banyak [seperti bunga yang persennya kecil untuk pinjaman] bukanlah termasuk riba. Namun adapula yang menyatakan bahwa segala bentuk tam
Dengan adanya pandangan tersebut
maka perlu dipertegas bagaimanakah riba menurut ekonomi syariah.
C.
Riba
dalam Ekonomi Syariah
1.
Ekonomi
Syariah
Hukum
Islam memiliki arti penting dalam kehidupan setiap muslim, meliputi juga dengan
transaksi keuangan yang dilakukan oleh setiap muslim di setiap harinya.
Terlebih, di zaman modern ini sistem kapitalis telah gagal menerapkan metode
ekonominya dan seiring dengan kemunduran sistem ekonomi kapital tersebut, lahir
suatu sistem ekonomi baru yang dikenal dengan sistem ekonomi Islam atau sistem
ekonomi syariah.
Sistem
ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang berpegang pada kumpulan prinsip
tentang ekonomi yang diambil dari al Quran dan al Sunnah dan fondasi ekonomi
yang dibangun atas pokok-pokok itu dengan mempertimbangkan lingkungan dan
waktu.
2.
Riba
menurut Ekonomi Syariah
Riba
yang merupakan tambahan dari suatu pokok merupakan sesuatu yang tidak asing
lagi terjadi dalam praktik perjanjian di masyarakat. Oleh karena itu, dengan
kelahiran atau teraplikatifkannya sistem ekonomi syariah, seperti akad
murabahah, rahn syariah diharapkan agar praktik riba secara perlahan dapat
dihilangkan dalam kehidupan masyarakat yang membudaya.
Pada
dasarnya, Islam dalam perjanjian perekonomian seperti jual beli, hutang piutang
dan semacamnya telah memberikan nilai dasar yang sangat penting untuk dipegangi
oleh setiap muslim, yakni لاضرر ولا ضرر [tidak ada perbuatan merugikan dan membalas perbuatan
merugikan] dan
يا
أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل
[larangan
memakan harta orang lain dengan cara yang bathil].
Dari prinsip di atas maka telah jelas bahwa riba yang merupakan pengambilan keuntungan secara tidak sehat dalam sistem perekonomian dan menimbulkan kerugian salah satu pihak, dapat divonis keharaman untuk melakukannya. Dengan demikian, dalam ekonomi syariah riba secara tegas di haramkan.
Dari prinsip di atas maka telah jelas bahwa riba yang merupakan pengambilan keuntungan secara tidak sehat dalam sistem perekonomian dan menimbulkan kerugian salah satu pihak, dapat divonis keharaman untuk melakukannya. Dengan demikian, dalam ekonomi syariah riba secara tegas di haramkan.
D.
Hukum
Riba dalam Islam
Dalam Islam memungut riba atau
mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman haram. Riba diharamkan dalam
keadaan apapun dan dalam bentuk apapun.
Diharamkan atas pemberian piutang
dan juga atas orang yang berhutang darinya dengan memberikan bunga baik yang
berhutang itu adalah orang miskin atau orang kaya. Berkaitan dengan hal
tersebut,hukum riba telah dipertegas dala Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai
berikut :
1.
Dalam
surah al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seeperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah samoai kepadanya larangan Rabbnya, lalu terus berhenti
(dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambil dahulu (sebelum
datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang
mengukangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal
di dalamnya ”.
2.
Firman
Allah dalam surah al-Baqarah ayat 278-279,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا
بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا
تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”
3.
Dalam
surah Ali AImran:130 Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا
مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“hai
orangorang yang beriman, janganlah kammu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.
4.
Dari
Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “jauhilah 7 hal
yang membinasakn, pertama melakukan kemusyrikan kepada Allah, kedua sihir, ketiga
membunuh jiwa yang telah diharamkan kecuali dengan cara yang haq. Keempat makan
riba, kelima memakan harta anak yatim, keeenam melarikan diri pada hari
pertemuan dua pasukan, dan ketujuh menuduh berzina dengan perempuan baik-baim
yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.
5.
Dari
Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua
saksinya, dan penulisnya. Dan beliau bersabda, “mereka semua sama”.
6.
Dari
Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw bersabda, “satu dirham yang riba dimakan
seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur”.
7.
Dari
Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “riba itu memounyai tujuh puluh tiga
pintu, yang paling ringan (dasarnya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya”.
E.
Tahapan
Larangan Riba dalam al-Qur'an
Sudah jelas diketahui bahwa Islam
melarang riba dan memasukkannya dalam dosa besar. Tetapi Allah SWT dalam
mengharamkan riba menempuh metode secara gredual (step by step). Metode ini
ditempuh agar tidak mengagetkan mereka yang telah biasa melakukan perbuatan
riba dengan maksud membimbing manusia secara mudah dan lemah lembut untuk
mengalihkan kebiasaan mereka yang telah mengakar, mendarah daging yang melekat
dalam kehidupan perekonomian jahiliyah. Ayat yang diturunkan pertama dilakukan
secara temporer yang pada akhirnya ditetapkan secara permanen dan tuntas
melalui empat tahapan.
1.
Tahap
pertama
Dalam
surat Ar-Rum ayat 39 Allah menyatakan secara nasehat bahwa Allah tidak
menyenangi orang yang melakukan riba. Dan untuk mendapatkan hidayah Allah ialah
dengan menjauhkan riba. Di sini Allah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang
mereka anggap untuk menolong manusia merupakan cara untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk zakat, Allah akan
memberikan barakah-Nya dan melipat gandakan pahala-Nya. Pada ayat ini tidaklah
menyatakan larangan dan belum mengharamkannya.
2.
Tahap kedua
Pada tahap kedua, Allah
menurunkan surat An-Nisa' ayat 160-161. riba digambarkan sebagai sesuatu
pekerjaan yang dhalim dan batil. Dalam ayat ini Allah menceritakan balasan
siksa bagi kaum Yahudi yang melakukannya. Ayat ini juga menggambarkan Allah
lebih tegas lagi tentang riba melalui riwayat orang Yahudi walaupun tidak terus
terang menyatakan larangan bagi orang Islam. Tetapi ayat ini telah
membangkitkan perhatian dan kesiapan untuk menerima pelarangan riba. Ayat ini
menegaskan bahwa pelarangan riba sudah pernah terdapat dalam agama Yahudi. Ini
memberikan isyarat bahwa akan turun ayat berikutnya yang akan menyatakan
pengharaman riba bagi kaum Muslim.
3.
Tahap
ketiga
Dalam
surat Ali Imran ayat 130, Allah tidak mengharamkan riba secara tuntas, tetapi
melarang dalam bentuk lipat ganda. Hal ini menggambarkan kebijaksanaan Allah
yang melarang sesuatu yang telah mendarah daging, mengakar pada masyarakat
sejak zaman jahiliyah dahulu, sedikit demi sedikit, sehingga perasaan mereka
yang telah biasa melakukan riba siap menerimanya.
4.
Tahap
keempat
Turun
surat al-Baqarah ayat 275-279 yang isinya tentang pelarangan riba secara tegas,
jelas, pasti, tuntas, dan mutlak mengharamannya dalam berbagai bentuknya, dan
tidak dibedakan besar kecilnya. Bagi yang melakukan riba telah melakukan
kriminalisasi. Dalam ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka
akan diperangi oleh Allah SWT dan Rasuln-Nya.
F.
Sebab-sebab
Riba Diharamakan
Ada beberapa alasan mengapa Islam sangat melarang keras riba dalam
perekonomian Islam adalah;
1.
Bahwa
kehormatan harta manusia sama dengan kehormatan darahynya. Oleh karena itu
mengambil harta kawannya tanpa ganti sudah pasti haram
2.
Bergantung
pada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan kerja sebab jika si pemilik
uang yakin bahwa degan melauli riba dia akan memperoleh tmabahan uang baik
kontan maupun berjangka, maka ia akan memudahkan persoalan mencari penghidupan
sehingga hamper-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang, dan
pekerjaan yang berat
3.
Riba
akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma’ruf) antara sesama dalam
bidang pinjam meminjam. Sebab jika riba itu haram maka seseorang akan merasa
senang meminjamkan uang 1000 rupiah dan kembalinya 1000 rupiah juga. Sedangkan
riba jika riba dihalalkan maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap
berat denga pinjamannya 1000 rupiah diharuskan mengembalikan 2000 rupiah.
4.
Pada
umumya pemberi piutang adalah orang kaya sedangkan peminjam adalah orang
miskin. Maka pendapat yang membolehkan riba berarti meberikan jalan kepada
orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yang lemah sebagai tambahan.
Sedangkan tidak layak berbuat demikian sebagai sarana memperoleh rahmat dari
Allah swt.
G.
Dampak
Riba Dan Bunga Bank
1.
Bagi
jiwa manusia
hal
ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal
melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan
dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain
2.
Bagi
masyarakat
Dalam
kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling
bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih
sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan
pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat
3.
Bagi
roda pergerakan ekonomi
Dampak
sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
a)
Sistem
ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana sepanjang
sejarah, sejak tahun 1929, 1930, 1940an, 1950an, 1970an. 1980an, 1990an, 1997
dan sampai saat ini.
b)
di
bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat dunia
makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin makin
miskin.
c)
Suku
bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya
pengangguran.
d)
Teori
ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan menimbulkan
inflasi.
e)
Sistem
ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang
kepada debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar
bunga saja mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya
H.
Cara
Menghindari Riba dalam Ekonomi Islam
Pandangan tentang riba dalam era
kemajuan zaman kini juga mendorong maraknya perbankan Syariah dimana konsep
keuntungan bagi penabung di dapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga
seperti pada bank konvensional pada umumnya. Karena, menurut sebagian pendapat
bunga bank termasuk riba. Hal yang sangat mencolok dapat diketahui bahwa bunga
bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah
sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu,
maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi
hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil untuk deposannya.
Hal diatas membuktikan bahwa praktek
pembungaan uang dalam berbagai bentuk transaksi saat ini telah memenuhi
kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah saw yakni riba nasi’at.
Sehingga praktek pembungaan uang adalah haram.
Sebagai pengganti bunga bank, Bank
Islam menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba antara lain:[4]
1. Wadiah atau titipan uang, barang dan surat berharga atau deposito
2. Mudarabah adalah kerja sama antara pemlik modal dengan pelaksanaan
atas dasar perjanjian profit and loss sharing
3. Syirkah (perseroan) adalah diamana pihak Bank dan pihak pengusaha
sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan (jom ventura)
4. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga ataaan.u
cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur
5. Qard hasan (pinjaman yag baik atau benevolent loan), memberikan
pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk
pelayanan dan penghargaan
6. Menerapkan prinsip bagi hasil, hanya memberikan nisbah tertentu
pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudian
dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Misalnya,
nisbahnya dalah 60% : 40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang
di dapat oleh pihak bank.
Selain
cara-cara yang telah diterapkan pada Bank Syariah, riba juga dapat dihindari
dengan cara berpuasa. Mengapa demikian? Karena seseorang yang berpuasa secara
benar pasti terpanggil untuk hijrah dari sistem ekonomi yang penuh dengan riba
ke sistem ekonomi syariah yang penuh ridho Allah. Puasa bertujuan untuk
mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada Allah swt dimana mereka yang bertaqwa
bukan hanya mereka yang rajin shalat, zakat, atau haji, tapi juga mereka yang meninggalkan
larangan Allah swt.
Puasa bukan
saja membina dan mendidik kita agar semakin taat beribadah, namun juga agar
aklhak kita semakin baik. Seperti dalam muamalah akhlak dalam muamalah
mengajarkan agar kita dalam kegiatan bisnis menghindari judi, penipuan, dan
riba. Sangat aneh bila ada orang yang berpuasa dengan taat dan
bersungguh-sungguh namun masih mempraktekan riba. Sebagai orang yang beriman
yang telah melaksanakan puasa, tentunya orang itu akan meyakini dengan sesungguhnya
bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala aspek kehidupan (komprehensif)
manusia, termasuk masalah perekonomian. Umat Islam harus masuk ke dalam Islam
ssecara utuh dan menyeluruh dan tidak sepotong-potong. Inilah yang dititahkan
Allah pada surah al-Baaqarah : 208, “ Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam secara kaffah (utuh dan totalitas) dan jangan kamu ikuti
langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu adalah musuh nyata bagimu”.
Ayat ini
mewajibkan orang beriman untuk masuk ke dalam Islam secara totalitas baik dalam
ibadah maupun ekonomi, politik, social, budanya, dan sebgainya. Pada masalah
ekonomi, masih banyak kaum muslim yang melanggar prinsip islam yaitu ajaran
ekonomi Islam. Ekonomi Islam didasarkan pada prinsip sayariah yang digali dari
Al-Qur’an dan sunnah. Dalam kitab fiqih pun sangat banyak ditemukan
ajaran-ajaran mu’amalah Islam. Antara lain mudharabah, murabahah, wadi’ah, dan
sebagainya.
I.
Manfaat
Berekonomi Tanpa Dengan Riba
Keharusan berekonomi secara syariah
ini lantaran penerapanya memiliki manfaat yang sangat besar bagi umat Islam.
Pertama umat Islam bisa menjalankan agamanya dalam bidang ekonomi yang pada
gilirannya menggiringnya kepada pengamalan Islam secara utuh. Kedua, menerapkan
dan mengamalkan sistem ekonomi sayariah mendapat dua keuntungan, yaitu duniawi
dan ukhiawi. Keuntungan duniawi berupa uang, keuntungan akhirat berupa pahala
ibadah melalui pengamalan syariah Islam dan terhindar dari dosa riba. Ketiga,
memajukan ekonomi Islam lewat lembaga keuangan syariah, berarti umat Islam
berupaya mengentaskan kemiskinan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang riba yang
telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa :
Riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung
tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan
kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
Dalam pandangan Ekonomi Islam bahwa
antara riba dan bunga bank adalah sama. Mengapa demikian, dikarenakan secara
riil operasional di perbankan konvensional, bunga yang dibayarkan oleh nasabah
peminjam kepada pihak atas pinjaman yang dilakukan jelas merupakan tambahan.
Karena nasabah melakukan transaksi dengan pihak bank berupa pinjam meminjam
berupa uang tunai.
Dalam pandangan Ekonomi Islam bahwa
hukum antara riba dan bunga bank adalah haram. Karena hukum asal riba adalah
haram baik itu dalam Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad. Seluruh ummat Islam wajib
untuk meninggalkannya, serta menjauhinya yakni dengan cara bertaqwa kepada
Allah.
Cara untuk menghindari riba adalah
dengan berpuasa, menerapakan prinsip hasil bagi, wadiah, mudarabah, syirkah,
murabahah, dan qard hasan.
Prinsip hasil bagi dalam ekonomi
sayariah memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah
keuntungan dari yang di dapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang
disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan bunga bank, ditetapkannya akad di
awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan
tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti.
Berekonomi secara syariah dapat
membatu mengentaskan kemiskinan.
B.
Saran
Agar kita tetap menjadi muslim yang berpegang teguh pada syariat
Islam, kita sebaiknya dapat menahan diri dan menjauhi segala larangan Allah
swt. Dengan memperkuat iman kita pada Allah swt, kita dapat hidup dengan
tenang, bahagia di dunia maupun di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam (hukum fiqh lengkap); penyunting, li
sufyana, M. Bakri, Farika, -cet.51,- Bandung; Sinar Baru Algesindo, 2011.
Bank Indomesia. Booklet Perbankan Indonesia 2013; jakarta.
Bank Indonesia. Perbankan Syariah; jakarta.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
http://id.wikipedia.org/ekonomi-syariah
http://de-kill.blogspot.com/riba-dalam-islam
http://id.wikipedia.org/riba
http://mujahidinimeis.wordpress.com/2011/01/24/pandangan-fiqh-muamalah-dan-ekonomi-islam-terhadap-riba-dan-bunga-bank/
http://kholisrifai.blogspot.com/2010/09/riba-dalam-perspektif-ekonomi-syariah.html
http://khairunnisazhet.blogspot.com/2011/06/riba-dalam-hukum-ekonomi-syariah.html
http://elsaseto-akuntansi.blogspot.com/2011/12/riba-dan-bunga-bank-dalam-pandangan.html
[1] H.Sulaiman
rasjid, Fiqh Islam. Hal. 290
[3] Lihat Undang-undang Perbankan, Undang-undang
No. 10 Th. 1998 tentang perubahan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan,(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 44-45. pada pasal 13 huruf C
disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syari'ah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan secara
konvensional. Sebaliknya Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan prinsip
syari'ah.
Cahya Pinjaman perusahaan adalah salah satu perusahaan pinjaman independen terkemuka di seluruh dunia. Kami mapan dan selama bertahun-tahun telah mengembangkan pemahaman yang baik tentang kebutuhan dan kebutuhan individu. Kami berkomitmen untuk memperlakukan pelanggan kami secara adil dan menawarkan layanan yang profesional, ramah dan membantu. Prosedur kami dirancang untuk cocok Anda, untuk memastikan bahwa kami menawarkan produk yang sesuai dengan kondisi Anda, formalitas dikurangi seminimal mungkin, dan bersama-sama dengan pendekatan kami fleksibel untuk masing-masing program, pastikan Anda menyelesaikan permintaan pinjaman Anda. Kami telah membantu pelanggan mengubah dan memperbaiki kehidupan mereka selama lebih dari 47 tahun dan kami benar-benar independen, kita berada dalam posisi yang unik untuk menawarkan berbagai pinjaman untuk semua jenis bisnis dan individu. Tujuan kami adalah untuk memenuhi kebutuhan keuangan Anda dan kepuasan Anda sangat penting bagi kami. Itulah sebabnya kita harus memberikan pinjaman dengan suku bunga 2%, silakan kembali ke kami hari ini jika Anda tertarik kami services.E-mail: cahya.creditfirm@gmail.com
ReplyDeletesmga kita bisa lbh behati2 lgi....
ReplyDelete