BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Meski begitu besarnya fungsi dan
kedudukan Hadits sebagai sumber ajaran Islam setelah Alquran al-Karim, namun
seperti dicatat dalam sejarah, ternyata penulisan dan kodifikasi Hadits secara
resmi baru dimulai pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu lamanya
rentang antara waktu sejak meninggalnya Rasulullah saw. hingga waktu kodifikasi
Hadits.
Dalam perjalanan sejarah Hadits,
banyak muncul Hadits-Hadits palsu yang diterbitkan oleh beberapa golongan untuk
tujuan tertentu baik politik seperti yang dilakukan oleh kaum Syi’ah, atau
ekonomi seperti pemalsuan hadits yang menyatakan bahwa melombakan merpati
adalah suatu hal yang disuruh Rasul, fanatisme terhadap sebuah ajaran atau
golongan seperti hadits yang mengatakan bahwa Rasul telah memberikan
kepemimpinan kepada Ali. Makalah ini akan menguraikan tentang Hadits palsu dan
beberapa kajian yang berkaitan dengannya.
1.2 Tujuan Penulisan
v Untuk memenuhi tugas mata kuliah ulumul Hadits
v Agar mahasiswa mengetahui lebih rinci
tentang pengertian hadits maudhu’
v Agar mahasiswa dapat membedakan yang
termasuk hadits maudhu’
v Agar mahasiswa mengtahui sejarah
perkembangan hadits maudhu’
1.3 Metode Penulisan
v
Melakukan
study pustaka
v
Mencari
data-data melalui internet.
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Hadis Maudhu
Dari segi bahasa, maudhu’ berarti
bentuk isim maf’ul dari kata kerja wadha’a yang berarti mengada-ada atau
membuat-buat. Bila dikaitkan dengan Hadits maka berarti mengada-adakan Hadits
atau memalsukan Hadits. Menurut ilmu Hadits, Hadits maudhu’ berarti Hadits yang
disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah saw. sendiri tidak pernah
mengerjakan, berbuat dan memutuskannya.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa
Hadits maudhu’ berarti kebohongan yang dibuat dan diciptakan serta disandarkan
kepada Rasulullah saw.Dari beberapa defenisi di atas dapat terlihat adanya
beberapa kesamaan unsur tentang tanda adanya pemalsuan Hadits, yaitu:
1. adanya unsur kesengajaan.
2. ada unsur kebohongan atau
ketidaksesuaian dengan fakta.
3. ada
penisbahan kepada Rasulullah saw. berupa ucapan perbuatan atau pengakuan.
2.2 Sejarah Perkembangan Hadis Maudhu’
Ada perbedaan pendapat tentang kapan
munculnya pemalsuan Hadis. Di antara perbedaan itu ada yang berpendapat bahwa
pada zaman Rasulullah saw belum terjadi pemalsuan Hadis. Pendapat ini
diutarakan oleh Abdul Wahhab, namun meski demikian, ia juga tidak menolak
adanya kemungkinan unsur pemalsuan terhadap Rasulullah saw. dan ajaran Islam yang
dilatari berbagai faktor.
Beberapa faktor yang turut melatari
hal tersebut, menurut Abdul Wahhab, adalah adanya anggapan bahwa Rasulullah
saw. tidak melarang bahkan memberi kesempatan bila dipandang dapat memberikan
manfaat positif bagi kemajuan ummat Islam. Pemalsuan tersebut bisa berupa nasehat
agama.
Faktor yang lain adalah adanya
kecerobohan dalam meriwayatkan Hadis ol
eh perawi-perawi yang lemah sehingga
timbul kesalahan dalam berbagai bentuk. Seperti riwayat yang sebenarnya bukan
berasal dari Rasulullah saw., akan tetapi karena kesilapan, riwayat tersebut
disandarkan kepada Rasulullah saw.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa
pemalsuan telah terjadi pada masa Rasulullah saw. pendapat ini seperti yang
diajukan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin. Salahuddin al-adabi berpendapat bahwa
pemalsuan Hadis yang sifatnya melakukan kebohongan terhadap Rasulullah saw. dan
berhubungan dengan masalah keduniaan telah terjadi pada masa Rasulullah saw.
yang dilakukan oleh orang-orang munafiq. Sedangkan pemalsuan yang Hadis yang
berkenaan dengan masalah agama belum pernah terjadi pada masa Rasulullah saw.
Alasan yang dikemukakan oleh
al-Adabi adalah Hadis yang diriwayatkan oleh at-Thahawi (w. 321 H) dan
at-Tabrani (w. 360 H). Riwayat itu menyatakan bahwa pada masa Rasulullah saw.,
adalah seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatasnamakan
Rasulullah saw. orang tersebut mengaku telah diberi kuasa oleh Rasulullah saw.
untuk menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar
Madinah.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad
Amin, ia beralasan dengan adanya Hadis Rasulullah saw. yang bisa dimaknai
dengan adanya kemungkinan terjadinya pembohongan di zaman Nabi. Hadis yang
dimaksud adalah:
و من كذب على
متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
barang siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka
hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.
Hadis ini meskipun dapat dimaknai
sebagai bentuk peringatan agar tidak terjadi pembohongan atas nabi, tapi oleh
Ahmad Amin, Hadis ini dimaknai telah ada pembohongan pada masa tersebut.
Kedua pendapat tersebut di atas,
nampaknya memerlukan pengujian, terutama dari segi historis yang dapat
mendukungnya yang juga dapat mencari tahu siapa dan kapan terjadinya
pembohongan tersebut. selain dari itu, dari segi matan riwayat yang dikemukakan
oleh al-Adabi yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. memerintahkan sahabat
beliau untuk membunuh orang yang telah berbohong dan apabila yang ternyata yang
bersangkutan telah meninggal dunia, maka Rasulullah saw. memerintahkan jasad
orang tersebut dibakar. Bukankah ini sesuatu yang tidak berguna dan bertentangan
dengan ajaran Islam.
Dari segi sanad Hadis yang dipakai
oleh al-Adabi telah mendapat penilaian dari Ibnu Hajar al-Asqalani yang telah
mengatakan bahwa ada nama sahabat yang dinilainya tidak sahih. Selain dari itu,
riwayat tersebut merupakan riwayat tambahan dari Hadis mutawatir yang dijadikan
alasan oleh Ahmad Amin.
Pendapat ketiga adalah pemalsuan
menurut kebanyakan ulama. Ajjaj al-Khatib menegaskan bahwa pemalsuan tidak
terjadi dari sahabat dan dari para tabi’in besar, dan kalaupun terjadi hanya
muncul dari sebagian orang jahil dari kalangan tabiin. Muhammad bin Iraq
al-Kinani mengatakan bahwa pada masa pertengahan masa tabi’in yakni awal abad
11 H, terdapat kelompok yang lemah dan banyak sudah memarfu’kan yang mauquf dan
meriwayatkan yang mursal. Pada masa tabi’in kecil (150 H), muncul
kelompok-kelompok politik, unsur-unsur filsafat, keyakinan agama, fanatisme,
kebohongan dan kesalahan.
Kebanyakan ulama Hadis berpendapat
bahwa pemalsuan Hadis baru terjadi pertamakalinya setelah tahun 40 H, pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang kontra dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan
yang menyebabkan terpecahnya ummat Islam dan muncul golongan-golongan kelompok
agama dan politik yang berbeda. Antar kelompok yang ada saling menguatkan kelompoknya
dengan Alquran al-Karim dan sunnah. Tentu saja tidak setiap golongan menguatkan
kelompoknya dengan menggunakan Alquran al-Karim dan sunnah, maka sebagian
mencoba mentakwilkan Alquran al-Karim dan menafsirkan Hadis dengan cara yang
tidak benar. Ketika sebuah ayat maupun Hadis tidak dapat dijadikan sebagai alat
untuk mencapai tujuannya (karena banyaknya orang yang menghafal Alquran
al-Karim dan sunnah) maka mereka mencoba berdalih dengan membuat-buat Hadis dan
kebohongan atas Rasulullah saw. Maka muncullah Hadis-Hadis yang berkenaan
dengan khalifah yang empat dan pemimpin masing-masing kelompok. Demikian juga
halnya dengan aliran-aliran politik, agama dan lainnya.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa catatan
penting tentang berkembangnya pemalsuan Hadis:
- pemalsuan yang dipandang terjadi pada masa
Rasulullah saw. seperti yang dikatakan oleh al-Adabi dan Ahmad Amin, tidak
didukung dengan fakta yang kuat.
- pada masa Rasulullah saw. dan sahabat terdapat
pula periwayatan ajaran agama Islam sebagai nasehat yang dilakukan secara
cermat yang dimaknai bukan sebagai pemalsuan.
- pemalsuan muncul berawal dari kecerobohan oleh
perawi-perawi yang lemah dengan cara:
a. memarfu’kan Hadis mauquf
b. menyambungkan Hadis mursal.
Hal ini terjadi pada pertengahan masa
tabi’in yang berlanjut dengan kebohongan dalam mentakwilkan ayat dan Hadis
hingga berujung kepada pemalsuan Hadis.
kebanyakan ulama mengindikasikan terjadinya
pemalsuan setelah tahun 40 H yang dipicu oleh persoalan politik, filsafat dan
faham keagamaan.
2.3 Motif-motif yang mendorong pembuatan hadits
maudhu’
Faktor-faktor
yang melatarbelakangi pemalsuan hadits :
a. Pertentangan politik, Perpecahan umat islam yang diakibatkan plitik yang terjadi pada masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap perpecahan umat ke dalam beberapa golongan dan kemunculan hadits-hadits palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang dengan membawa Al-Qur’an dan sunnah. Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha mencari dalilnya ke dalam Al-Quran dan sunnah, dalam rangka mengunggulkan kelompoknya masing-masing. Ketika tidak ditemuinya, maka mereka mulai membuat hadits palsu mulai berkembang.
Contoh hadits palsu yang dibuat golongan syiah:
“Wahai ‘Ali sesungguhnya Allah SWT, telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tua mu, keluargamu, (golongan) syi’ah mudan orang yang mencintai (golongan) syi’ahmu”.
Contoh hadits buatan sebagian pengikut Mu’awiyah adalah:
“Orang-orang yang terpercaya disisi Allah ada tigas: Aku (Muhammad), Jibril dan Mu’awiyah.” Hadits-hadits palsu itu banyak sekali. Semua merupakan buatan kelompok-kelompok yang saling bersitegang, yang masing-masing hendak mengukuhkan pendapatnya dan mengangkat status para pemimpin mereka. Sebenarnya mereka bisa menjauhi pendustaan atas diri Rasul SAW, dengan hadits-hadits tentang keutamaan para sahabat yang brkualitas pemalsuan, dan kebodohan membutakan hati sebagian mereka.
a. Pertentangan politik, Perpecahan umat islam yang diakibatkan plitik yang terjadi pada masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib besar sekali pengaruhnya terhadap perpecahan umat ke dalam beberapa golongan dan kemunculan hadits-hadits palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang dengan membawa Al-Qur’an dan sunnah. Pada akhirnya masing-masing kelompok berusaha mencari dalilnya ke dalam Al-Quran dan sunnah, dalam rangka mengunggulkan kelompoknya masing-masing. Ketika tidak ditemuinya, maka mereka mulai membuat hadits palsu mulai berkembang.
Contoh hadits palsu yang dibuat golongan syiah:
“Wahai ‘Ali sesungguhnya Allah SWT, telah mengampunimu, keturunanmu, kedua orang tua mu, keluargamu, (golongan) syi’ah mudan orang yang mencintai (golongan) syi’ahmu”.
Contoh hadits buatan sebagian pengikut Mu’awiyah adalah:
“Orang-orang yang terpercaya disisi Allah ada tigas: Aku (Muhammad), Jibril dan Mu’awiyah.” Hadits-hadits palsu itu banyak sekali. Semua merupakan buatan kelompok-kelompok yang saling bersitegang, yang masing-masing hendak mengukuhkan pendapatnya dan mengangkat status para pemimpin mereka. Sebenarnya mereka bisa menjauhi pendustaan atas diri Rasul SAW, dengan hadits-hadits tentang keutamaan para sahabat yang brkualitas pemalsuan, dan kebodohan membutakan hati sebagian mereka.
b. Negara islam telah mampu meruntuhkan dua
negara adikuasa
Pada masa itu , yakni kisra dan Qaishar dan mampu meredam raja-raja yang bertindak sewenang-wenang terhadap wilayah-wilayah kekuasaan mereka dengan cara menyiksa, menjarah harta benda dan menjadikan warganya seperti budak. Disaat islam telah tersebar luas, mereka mulai merasakan nikmatnya kemerdekaan dan mendapatkan perlakuan manusiawi. Pada saat yang sama, para penguasa yang kejam itu berusaha untuk merebut kekuasaannya kembali, mereka mencoba menjauhkan masyarakat dari akidah yang baik lagi benar dan menggambarkan islam dan ajaran-ajarannya dengan gambaran yang sangat buruk, baik dalam hal akidah maupun ibadah serta pemikiran-pemikirannya.
Contoh hadits palsu yang dibuat para penguasa kejam:
“Bahwa sekelompok Yahudi datang kepada Rasul SAW, lalu berkata: siapa yang menyangga ‘Arasy? Beliau menjawab:
‘Arasy disangga oleh singa dengan taring-taringnya. Air yang turun dari langit itu merupakan keringatnya. Mereka berkata: ‘Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah SAW.”
Abu Al-Qasim Al-Balkhiy berkata: “Demi Allah, ini jelas palsu, sebab kaum muslimin telah sepakat bahwa yang menyangga ‘Arasy adalah para malaikat.”
c. Perbedaan Ras dan Fanatisme Suku, Negara dan Imam
Sebagian penguasa bani Umayyah dalam menjalankan roda pemerintahan dan memudahkannya bertumpu pada bangsa Arab pada khususnya. Dan hal ini membuat kaum muslimin non Arab merasakan sikap rasialitas itu. Sehingga mereka berupaya untuk menyamakan antara non Arab dengan orang-orang Arab. Disamping itu, mereka juga membalas memandang bangsa Arab dengan angkuh dan sombong, demi mengangkat martabat mereka, dan menjelaskan keutamaan-keutamaan mereka, misalnya hadits palsu berikut ini:
“Sesungguhnya percakapan mereka yang ada disekitar ‘Arasy adalah dengan bahasa persia”.
Lalu penantangnya juga memalsukan hadits:
“Percakapan yang paling dibenci oleh allah adalah dengan bahasa Persia. Dan percakapan para penghuni surga adalah dengan bahasa Arab.”
Contoh hadits palsu tentang keutamaan suatu negeri:
“Empat kota yang termasuk kota-kota di surga adalah makkah, Madinah, Baitul Bagdis dan Damaskus.”
d. Para tukang cerita Sebagian tukang cerita tidak memiliki keinginan selain sekadar mengumpulkan orang-orang. Lalu ia membuat hadits-hadits palsu yang membuat mereka lega dan tertarik. Diantara tukang cerita itu ada yang melakukan hal itu demi memperoleh pemberian-pemberian dari para pendengar. Mereka tidak mengindahkan adanya dosa sama sekali. Contohnya:
“Barang siapa mengucapkan la ilaha illallah, maka Allah akanmenciptakan satu burung dari setiap katanya, yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan”.
e. Perbedaan Madzhab dan Teologi
Disamping pemalsuan yang dilakukan oleh para pengikut aliran politik tertentu demi memperkuat pendapat dan golongan mereka, aliran politik tertentu demi memperkuat pendapat dan golongan mereka, ada juga pemalsuan yang dilakukan oleh para pengikut madzhab fiqh dan teologi. Contohnya:
“Barang siapa yang mengangkat tangannya ketika ruku’, maka tiadalah shalat baginya.”
Pada masa itu , yakni kisra dan Qaishar dan mampu meredam raja-raja yang bertindak sewenang-wenang terhadap wilayah-wilayah kekuasaan mereka dengan cara menyiksa, menjarah harta benda dan menjadikan warganya seperti budak. Disaat islam telah tersebar luas, mereka mulai merasakan nikmatnya kemerdekaan dan mendapatkan perlakuan manusiawi. Pada saat yang sama, para penguasa yang kejam itu berusaha untuk merebut kekuasaannya kembali, mereka mencoba menjauhkan masyarakat dari akidah yang baik lagi benar dan menggambarkan islam dan ajaran-ajarannya dengan gambaran yang sangat buruk, baik dalam hal akidah maupun ibadah serta pemikiran-pemikirannya.
Contoh hadits palsu yang dibuat para penguasa kejam:
“Bahwa sekelompok Yahudi datang kepada Rasul SAW, lalu berkata: siapa yang menyangga ‘Arasy? Beliau menjawab:
‘Arasy disangga oleh singa dengan taring-taringnya. Air yang turun dari langit itu merupakan keringatnya. Mereka berkata: ‘Kami bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah SAW.”
Abu Al-Qasim Al-Balkhiy berkata: “Demi Allah, ini jelas palsu, sebab kaum muslimin telah sepakat bahwa yang menyangga ‘Arasy adalah para malaikat.”
c. Perbedaan Ras dan Fanatisme Suku, Negara dan Imam
Sebagian penguasa bani Umayyah dalam menjalankan roda pemerintahan dan memudahkannya bertumpu pada bangsa Arab pada khususnya. Dan hal ini membuat kaum muslimin non Arab merasakan sikap rasialitas itu. Sehingga mereka berupaya untuk menyamakan antara non Arab dengan orang-orang Arab. Disamping itu, mereka juga membalas memandang bangsa Arab dengan angkuh dan sombong, demi mengangkat martabat mereka, dan menjelaskan keutamaan-keutamaan mereka, misalnya hadits palsu berikut ini:
“Sesungguhnya percakapan mereka yang ada disekitar ‘Arasy adalah dengan bahasa persia”.
Lalu penantangnya juga memalsukan hadits:
“Percakapan yang paling dibenci oleh allah adalah dengan bahasa Persia. Dan percakapan para penghuni surga adalah dengan bahasa Arab.”
Contoh hadits palsu tentang keutamaan suatu negeri:
“Empat kota yang termasuk kota-kota di surga adalah makkah, Madinah, Baitul Bagdis dan Damaskus.”
d. Para tukang cerita Sebagian tukang cerita tidak memiliki keinginan selain sekadar mengumpulkan orang-orang. Lalu ia membuat hadits-hadits palsu yang membuat mereka lega dan tertarik. Diantara tukang cerita itu ada yang melakukan hal itu demi memperoleh pemberian-pemberian dari para pendengar. Mereka tidak mengindahkan adanya dosa sama sekali. Contohnya:
“Barang siapa mengucapkan la ilaha illallah, maka Allah akanmenciptakan satu burung dari setiap katanya, yang paruhnya dari emas dan bulunya dari marjan”.
e. Perbedaan Madzhab dan Teologi
Disamping pemalsuan yang dilakukan oleh para pengikut aliran politik tertentu demi memperkuat pendapat dan golongan mereka, aliran politik tertentu demi memperkuat pendapat dan golongan mereka, ada juga pemalsuan yang dilakukan oleh para pengikut madzhab fiqh dan teologi. Contohnya:
“Barang siapa yang mengangkat tangannya ketika ruku’, maka tiadalah shalat baginya.”
2.4 Ciri-Ciri Hadits Maudhu
- Dalam
hal Sanad
- Pengakuan dari sipembuat sendiri, seperti
pengakuan salah seorang guru tasawuf ketika ditanya oleh Ibnu Ismail
tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an, serentak ia menjawab: “Tidak
seorangpun yang meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi serentak kami
melihat manusia-manusia sama benci terhadap Al-Qur’an, kami ciptakan
hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an) agar mereka menaruh
perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.
- Qorinah-qorinah yang memperkuat adanya pengakuan
membuat hadits palsu (maudhu). Misalnya seorang rowi mengaku menerima
hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru
tersebut. Atau menerima dari seorang guru yang sudah meninggal dunia
sebelum ia dilahirkan. seperti Ma’mun Ibnu Ahmad al-Saramiy yang
mengatakan kepada Ibnu Hibban bahwa ia pernah mendengar Hadis dari Hisyam
dan Hammar, Ibnu Hibbanpun bertanya kapan ia ke Syam,yang dijawab oleh
Ma’mun Ibnu Ahmad al-Sarami bahwa ia ke Syam pada tahun 250 H. , padahal
Hisyam meninggal dunia pada tahun 254 H.
3. terkesan
dibuat-buat berdasarkan kejadiannya.
b. Dalam hal matan
Menelusuri
pemalsuan Hadis secara akurat melalui matannya dapat dilakukan dengan
menganalisa matan tersebut. Unsur-unsur yang sering terdapat pada matan Hadis
maudhu’ adalah:
1. kelemahan
atau kerancuan lafal Hadis dan maknanya.
2. kerusakan
makna hingga tidak dapat diterima oleh indera.
3.
mentolerir perbuatan dan dorongan syahwat.
4. terdapat
fakta yang bertentangan dengan isi Hadis tersebut.
5. hal-hal
atau berita yang tidak masuk akal.
6.
bertentangan dengan nash Alquran al-Karim.
7.
bertentangan dengan Hadis mutawatir.
2.5 Kitab-kitab yang Memuat Hadits Palsu
- Al-Madhû’ât, karya
Ibnu Al-Jauzi.
- Al-Lâlî
al-Mashnû’ah fî al-Ahâdîts al-Maudhû’ah, karya
As- Suyuthi, ringkasan kitab di atas.
- Tanzîhu
asy-Syarî’ah al-Marfû’ah ‘an al-Ahâdîts asy-Syani’ah al- Maudhû’ah,
karya Ibnu ‘Iraqi Al-Kittani, ringkasan kedua kitab di atas.
- Silsilah
al-Ahâdîts adh-Dha’îfah, karya Al-Albani.
BAB 111
PENUTUP
1.3 Kesimpulan
Dari segi
bahasa, maudhu’ berarti bentuk isim maf’ul dari kata kerja wadha’a yang berarti
mengada-ada atau membuat-buat. Bila dikaitkan dengan Hadits maka berarti
mengada-adakan Hadits atau memalsukan Hadits. Menurut ilmu Hadits, Hadits
maudhu’ berarti Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah saw. yang Rasulullah
saw. sendiri tidak pernah mengerjakan, berbuat dan memutuskannya.
Faktor-faktor yang melatarbelakangi
pemalsuan hadits :
a.
Pertentangan
politik
b.
Negara islam
telah mampu meruntuhkan dua negara adikuasa
Pada masa itu ,
Pada masa itu ,
c.
Perbedaan
Ras dan Fanatisme Suku,
d.
Para tukang
cerita
e.
Perbedaan Madzhab dan Teologi
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Fathur ikhtishar, musthalah
hadis, Bandung : al maa’rif,1991.
Hasby, as-shiddieqy, pokok-pokok
ilmu dirayah hadis, jakarta : PT Bulan Bintang 1987.
Al-qathan, manna’ khalil, mabahits
ulum al-hadits diterjemahkan oleh mifdol abdurrahman dalam judul pengantar ilmu
hadis, jakarta : pustaka al-kausar cet, 11, 2006.
Shahih, subhi, ulumul hadis
wamustalahatuhu, Beirut : Dar al’ ilm :1988.
Jazakallah sangat bermanfaat :)
ReplyDeleteTerimakasih atas kunjungan'a
Delete