Makalah Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Penggerak Sektor Usaha Mikro


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
       Dewasa ini perekonomian di Indonesia di hadapkan pada perekonomian global dan liberalisasi yang terwujud pada perdagangan bebas Krisis finansial global ini menjadi sebuah momentum tersendiri bagi perkembangan ekonomi Islam. Karena sistem ekonomi islam ini sudah lama memberikan sebuah usulan alternatif mengenai tatanan perekonomian dunia yang lebih baik. Sehingga gelombang krisis bisa di tahan  dan diredam, yang sebagian ekonom mengganggap bersifat endogen pada sistem ekonomi kapitalisme itu sendiri (A. Prasetyantoko, 2008). Dimana sistem ekonomi kapitalis tengah berlangsung disebagian Negara-negara di dunia.Krisis ini memperkuat kembali eksistensi dan urgensi penerapan ekonomi Islam bagi perekonomian dunia.
       Fenomena penerapan prinsip Syariah dalam lembaga keuangan semakin berkembang pesat, tidak hanya di Lembaga Keuangan Bank ( LKB ) tetapi juga Lembaga Keuangan Bukan Bank ( LKBB ). Di sector lembaga keuangan bank dikenal dengan perbankan syari’ah, sedangkan di lembaga keuangan bukan bank dengan mengacu pada penjelasan pasal 49 huruf I Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 ahun 1989 tentang peradilan Agama, terdiri dari lembaga keuangan mikro Syari’ah, asuransi Syari’ah, reasuransi Syari’ah, reksadana Syari’ah, obligasi Syari’ah dan surat berharga berjangka menengah Syari’ah, sekuritas Syari’ah, pembiayaan Syari’ah,pegadaian Syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan Syari’ah, dan bisnis Syari’ah.
       Adapun mengenai Baitul Maal wat Tamwil (BMT) tercakup dalam istilah lembaga keuangan mikro Syari’ah. BMT merupakan Lembaga Jasa Keuangan Syari’ah yang memiliki focus pelayanan kepada usaha mikro dan kecil (UMK) berbadan hukum koperasi yang dalam usahanya menggunakan bayt al Maal(badan / divisi yang mengelola dana-dana bisnis)secara sekaligus.
       BMT merupakan bentuk lembaga keuangan dan bisnis yang serupa dengan koperasi atau Kelompok Swadaya Masyarakat (LSM). Baitul wa Tamwil merupakan cikal bakal lahirnya Bank Syari’ah pada tahun 1992. Segmen masyarakat yang biasanya dilayani oleh BMT adalah masyarakat kecil yang kesulitan berhubungan dengan bank. Perkembangan BMT semakin marak setelah mendapat dukungan rai Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINBUK) yang diprakarsai oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI).
       Keberadaan BMT ini di harapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam pengembangan sector ekonomi riil, terlebih bagi kegiatan usaha yang belum memenuhi segala persyaratan untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga perbankan Syari’ah.
B.     Rumusan Masalah
Didalam makalah ini akan membahas materi yang diantaranya:
1.      Pengertian BMT
2.      Fungsi BMT
3.      Tujuan BMT
4.      Strategi Optimalisasi Peran BMT
C.    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu selain sebagai salah satu tugas mata kuliah Manajemen BMT penulis berharap dengan makalah ini bahwa dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya terkait dengan Strategi Optimalisasi Peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sebagai penggerak sektor usaha mikro.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian BMT
Definisi dari BMT  secara harfiah (bahasa) yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal merupakan lembaga keuangan Islam yang memiliki kegiatan utama menghimpun dan mendistribusikan dana ZISWAHIB ( zakat, infak, shadaqah, waqaf dan hibah) tanpa melihat  keuntungan yang di dapatkan   (non profit oriented). Baitul tamwil termasuk lembaga keuangan Islam informal yang dalam kegiatan maupun operasionalnya memperhitungkan keuntungan (profit oriented). Kegiatan utama baitul tamwil adalah menghimpun dana dan mendistribusikan kembali kepada anggota dengan imbalan bagi hasil atau mark-up/margin yang berlandaskan sistem syariah.
Pengertian lain dikemukakan oleh Amin Azis. BMT :
“Balai usaha Mandiri Terpadu yang dikembangkan dari konsep baitl maal wat tamwil. Dari segi baitul maal, BMT menerima titipan BAZIZ dari dana zakat, Infaq, dan Shadaqah memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat kecil, faqir, miskin. Pada aspek Baitut Tamwil , BMT mengembangkan usaha – usaha produktif untuk meningkatkan pendapatan pengusaha kecil dan anggota”
       Lebih lanjut Amin Azis menjelaskan, bahwa BMT denganbaituul maal-nya melaksanakan misi kemanusiaan melalui penghapusan perbudakan dalam arti kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Sedangkan dengan baitut tamwil-nya mengembangan usaha produktif, antara lain melalui kegiatan menabung dan kegiatan utama BMT antara lain adalah memberikan modal kerja pada anggotanya dan atau kelompok anggota pengusaha kecil dalam besaran ratusan ribu rupiah bahkan puluhan ribu rupiah, mendorong kegiatan menabung dari anggota dari calon anggota.
       BMT melaksanakan dua macam kegiatan, yakni kegiatan bisnis sebagai kegiatan utama dan kegiatan sosial sebagai kegiatan penunjang. Kegiatan baitut tamwil adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi. Sedangkan kegiatan baitul maal menerima titipan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah ) dan menjalankan sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
       Mengenai modal BMT dikemukakan oleh Syafi’i Antonio, untuk mendirikan BMT, modal awalnya bisa diawali dengan Rp 3 juta dan dalam enam bulan diangsur untuk bisa menjadi 5 Juta, untuk diperkotaan dibutuhkan modal awal Rp 10 juta. Berdasarkan buku Pedoman cara Pembentukan BMT yang disusun oleh PINBUK disebutkan bahwa anggota pendiri harus terdiri dari 20-44 orang. Modal awal yang dibutuhkan
BMT dapat diperoleh dari patungan para pendiri itu, disebut simpanan pokok khusus. Simpanan ini mendapat prioritas dan penghargaan yang lebih dari sisa hasil usaha ( SHU ).

B.     Fungsi BMT
1.       Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat (Pokusma) dan daerah kerjanya.
2.      Meningkatkan kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
3.      Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
4.      Menjadi perantara keuangan antara shahibul maal dengan duafa sebagai mudharib, terutama untuk dana social seperti zakat, infaq, sedekah wakaf hibah dll.
5.      Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif
.
C.    Tujuan BMT
       Didirikannya BMT dengan tujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami bahwa BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya, tidak dapat dibenarkan jika para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada BMT. Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup melalui peningkatan usahanya.
       Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan ekonomi para peminjam. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendampingan. Dalam pelemparan pembiayaan, BMT harus dapat menciptakan suasana keterbukaan, sehingga dapat mendeteksi berbagai kemungkinan yang timbul pada pembiayaan. Untuk mempermudah pendampingan, penddekatan pola kelompok menjadi sangat penting. Anggota dikelompokkan berdasarkan usaha sejenis atau kedekatan tempat tinggal, sehingga BMT dapat dengan mudah melakukan pendampingan.

D.    Strategi Optimalisasi peran BMT sebagai sektor penggerak usaha mikro

       Hernandi de Soto dalam bukunya The Mystery of Capital (2001) menggambarkan betapa besarnya sektor ekonomi informal dalam memainkan perannya dalam aktivitas ekonomi di negara berkembang. Ia juga mensinyalir keterpurukan ekonomi di negara berkembang disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuhkan lembaga permodalan bagi masyarakatnya yang mayoritas pengusaha kecil.
       Indonesia misalnya, adalah negara berkembang yang jumlah pengusaha kecilnya mencapai 39.04 juta jiwa. Namun para pengusaha kecil tersebut tidak memiliki akses yang signifikan ke lembaga perbankan, sebagai lembaga permodalan. Lembaga-lembaga perbankan belum bisa menjangkau kebutuhan para pengusaha kecil, terutama di daerah dan pedesaan.
       Belum adanya lembaga keuangan yang menjangkau daerah perdesaan (sektor pertanian dan sektor informal) secara memadai yang mampu memberikan alternatif pelayanan (produk jasa) simpan-pinjam yang kompatibel dengan kondisi sosial kultural serta ‘kebutuhan’ ekonomi masyarakat desa menyebabkan konsep BMT (Baitul Mal wat Tamwil) dapat ‘dihadirkan’ di daerah  kabupaten kota dan bahkan di kecamatan dan perdesaan.
       Konsep BMT sebagai lembaga keuangan mikro syari’ah,  merupakan konsep pengelolaan dana (simpan-pinjam) di tingkat komunitas yang sebenarnya searah dengan konsep otonomi daerah yang bertumpu pada pengelolaan sumber daya di tingkat pemerintahan (administrasi) terendah yaitu desa.
       Dalam realitanya, operasional bank Syariah belum dapat secara optimal menjangkau sektor usaha mikro di tingkat akar rumput (grass root). Hal demikian karena ternyata bank Syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan dalam menjalankan fungsinya menyalurkan dana kepada masyarakat berupa memberikan pembiayaan masih mensyaratkan adanya jaminan yang itu tidak mudah bisa dipenuhi oleh nasabah, khususnya nasabah kecil. Di sisi yang lain fakta menunjukkan bahwa operasional bank Syariah juga terbatas di kota-kota, sedangkan pelaku sektor ekonomi riil/ UMKM juga sebagian berada di desa-desa. Dengan demikian layanan yang diberikan oleh bank Syariah belum dapat menjangkau sektor ekonomi riil secara optimal. Kondisi tersebut menjadi latar belakang munculnya lembaga-lembaga keuangan mikro yang sudah menjangkau hingga ke pedesaan-pedesaan atau yang dikenal dengan sebutan BMT. BMT dalam operasional usahanya pada dasarnya hampir mirip dengan Perbankan yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan, serta memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
       Secara umum produk BMT dalam rangka melaksanakan fungsinya tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat hal yaitu:
1.      Produk penghimpunan dana (funding)
2.      Produk penyaluran dana (lending)
3.      Produk jasa
4.      Produk tabarru’: ZISWAH (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, danHibah)
       Dengan demikian sebagaimana namanya BMT menjalankan dua misi, yaitu misi sosial (tabarru’) dan misi untuk mendapatkan keuntungan (tamwil). Keduanya hendaknya mampu dilaksanakan oleh BMT secara proporsional. Penjelasan mengenai produk BMT dengan mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dapat dikemukakan sebagai berikut:
       Pertama, produk penghimpunan dana yang ada di BMT pada umumnya berupa simpanan atau tabungan yang didasarkan pada akad wadiah dan akan mudharabah. Untuk itu dalam BMT dikenal adanya dua jenis simpanan yaitu simpanan wadiah dan simpanan mudharabah.
Secara fikih akad wadiah ditinjau dari boleh tidaknya penerima titipan untuk memanfaatkan barang titipan tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1.      Wadiah al-Amanah, yaitu akad wadiah yang mana pihak yang menerima titipan tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan.
2.      Wadiah ad Dhamanah, yaitu akad wadiah yang mana pihak yang menerima titipan diperbolehkan untuk memanfaatkan uang/barang yang dititipkan, dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu pemilik barang membutuhkan uang/barang yang bersangkutan masih utuh.
       BMT akan menggunakan akad Wadiah ad Dhamanah dalam produk simpanannya, sehingga ia dapat menggunakan dana yang disimpan oleh nasabah untuk kegiatan produktif. Hal demikian juga mendatangkan keuntungan bagi nasabah, yakni bahwa nasabah dimungkinkan mendapatkan bonus yang besarnya tergantung pada kebijaan BMT dan tidak boleh diperjanjikan di muka. Melalui simpanan wadiah nasabah BMT terhindar dari risiko kerugian, akan tetapi potensi penghasilan atau keuntungan yang akan diperoleh juga kecil karena sangat tergantung pada kebijakan dari BMT yang bersangkutan.
       Dalam hal nasabah BMT menghendaki uang yang di simpan juga memberikan tambahan pendapatan atau memang ditujukan sebagai sarana investasi maka BMT biasanya juga menyediakan produk simpanan yang di dasarkan pada akad mudharabah. Melalui simpanan mudharabah nasabah berpeluang mendapatkan penghasilan yang besarnya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah diperjanjikan di awal akad. Namun demikian nasabah yang memakai skema simpanan mudharabah juga menanggung risiko kerugian atas uang yang ia simpan.
       Kedua, produk penyaluran dana yang di sediakan oleh BMT bisa mendasarkan pada akad-akad tradisional Islam, yakni akad jual beli, akad sewa-menyewa, akad bagi hasil, dan akad pinjam meminjam.
1.      Jual Beli
Jual beli intinya adalah akad antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli, dimana obyeknya adalah barang dan harga. Adapun penerapan dari akad jual beli ini dalam transaksi BMT tampak dalam produk pembiayaan murabahah, salam, dan istishna. Dengan demikian akad jual beli hanya dapat diterapkan pada produk Perbankan berupa penyaluran dana. Adapun pengertian dari masing-masing jenis pembiayaan dimaksud adalah sebagai berikut:
a.       Murabahah, adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati.
b.      Salam, adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
c.       Istishna, adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Implementasi akad murabahah, salam, dan istishna, khususnya dalam praktik BMT secara teknis dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, dan Fatwa DSN MUI No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna.
2.      Bagi Hasil
Penerapan akad bagi hasil dalam transaksi Lembaga Keuangan Syariah (LKS) inilah yang lebih dikenal di masyarakat karena memang fungsinya sebagai pengganti bunga. Akad ini unik, karena dalam praktik BMT bisa diterapkan dalam dua sisi sekaligus, yaitu sisi penghimpunan dana (funding) dan sisi penyaluran dana (lending).
Implementasi akad bagi hasil dalam produk BMT di bidang penghimpunan dana sebagaimana disebut di atas dalam bentuk simpanan, sedangkan implementasinya dalam produk penyaluran dana adalah pada produk Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah. Secara teknis mengenai penerapan akad mudharabah dalam bentuk pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) dan untuk penerapan akad musyarakah dalam produk pembiayaan dapat dibaca dalam Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah.
3.      Sewa-Menyewa
Sewa-menyewa merupakan perjanjian yang obyeknya adalah manfaat atas suatu barang atau pelayanan, sehingga bagi pihak yang menerima manfaat berkewajiban untuk membayar uang sewa/upah (ujrah). Dalam praktik BMT akad sewa-menyewa ini diterapkan dalam produk penyaluran dana berupa pembiayaan ijarah dan pembiayaan ijarah muntahia bit tamlik (IMBT), yang penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.       Ijarah adalah transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Secara teknis mengenai penerapan akad ijarah di BMT dapat mengacu pada Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
b.      Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT), adalah transaksi sewa-menyewa yang memberikan hak opsi di akhir masa sewa bagi pihak penyewa untuk memiliki barang yang menjadi obyek sewa melaluai mekanisme hibah ataupun melalui mekanisme beli. Secara teknis mengenai implementasi IMBT ini dapat dibaca dalam ketentuan Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Mutahiyah bi Al-Tamlik.
4.      Pinjam-meminjam yang Bersifat Sosial
       Dalam sistem konvensional produk penyaluran dana berupa kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam dengan ketentuan bahwa nasabah debitur wajib membayar bunga berdasarkan presentase tertentu terhadap pokok pinjaman. Ini merupakan riba, yang jelas-jelas dilarang dalam Islam. Dalam Islam akad pinjam-meminjam juga disediakan tetapi hanya pada keadaan emergency, artinya bahwa pinjaman akan diberikan hanya kepada nasabah yang benar-benar membutuhkan uang. Pihak BMT selaku pemberi pinjaman dilarang meminta imbalan betapapun kecilnya, karena itu termasuk riba.
       Dalam operasional BMT transaksi pinjam-meminjam ini dikenal dengan nama pembiayaan qardh, yaitu pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Ada juga qardh al-hasan (pinjaman kebajikan), yang pada dasarnya dalam hal nasabah tidak mampu mengembalikan, maka seyogyanya pihak pemberi pinjaman bisa mengikhlaskannya. Secara teknis mengenai pembiayaan qardh ini mengacu pada Fatwa DSN MUI No. 19/DSN-MUI/IX/2000 tentang al Qardh.
       Ketiga, produk jasa merupakan produk yang saat ini banyak dikembangkan oleh LKS termasuk BMT, karena melalui produk ini bank akan mendapatkan pendapatan berupa fee. Dengan semakin banyaknya jenis produk jasa yang diberikan oleh BMT kepada nasabahnya, maka semakin besar pula pendapatan BMT yang bersangkutan dari sektor ini. Adapun mengenai produk jasa misalnya di dasarkan pada akad wakalah. BMT berdasarkan akad wakalah ini dapat memberikan jasa, misalnya dalam perpanjangan STNK, SIM, KTP, dan sebagainya.
       Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa BMT sebagai lembaga keuangan mikro Syariah berperan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat yang mempunyai dana lebih (surplus unit) dan menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana (deficit unit).
       Dalam rangka optimalisasi peranan BMT untuk pengembangan sektor UMKM, maka fungsi BMT di bidang penyaluran dana khususnya dalam bentuk pembiayaan produktif perlu lebih ditingkatkan. Peranan BMT di bidang penyaluran dana kepada masyarakat dunia usaha yang bergerak di sektor ekonomi riil perlu dioptimalkan. Adapun salah satu caranya selain peningkatan kapabilitas dan profesionalitas para pengelolanya, juga diperlukan pemahaman terhadap kondisi setempat dimana sebuah BMT berada. BMT yang berada di sekitar masyarakat petani, tentu berbeda dengan BMT yang ada di sekitar masyarakat pedagang.
       Optimalisasi peran BMT dalam pengembangan sektor riil secara prinsip dapat dilakukan dengan mengenal motivasi dari nasabah atau calon nasabah ketika mereka mengajukan permohonan ke BMT. Adapun beberapa motivasi nasabah atau calon nasabah berikut jenis pembiayaan yang sesuai dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a.       Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan barang modal atau barang konsumtif dengan maksud untuk dimiliki, maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), ia dapat diberikan pembiayaan murabahah.
b.      Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan modal kerja atau tambahan modal kerja, maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), ia dapat diberikan pembiayaan mudharabah/pembiayaan musyarakah.
c.       Nasabah atau calon nasabah yang menginginkan manfaat atas suatu barang, maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), ia dapat diberikan pembiayaan ijarah. Dan apabila nasabah atau calon nasabah menghendaki kepemilikan atas barang di akhir masa sewa maka tepat jika ia diberi pembiayaan IMBT.
d.      Nasabah atau calon nasabah yang membutuhkan uang tunai karena adanya kebutuhan yang mendesak (emergency), maka dengan melihat karakteristik pembiayaan sebagaimana tersebut di atas dan setelah melalui studi kelayakan (feasibility study) ia dapat diberi produk berupa pembiayaan qardh/qardh al hasan.
e.       Melalui peningkatan kapabilitas dan profesionalitas para pengelola BMT, serta kepekaan melakukan analisis pembiayaan sehingga dapat memberikan pembiayaan yang tepat bagi nasabah atau calon nasabah maka optimalisasi peranan BMT di sektor ekonomi riil dapat dilaksanakan dengan semestinya. BMT yang berperan secara optimal dapat memberikan andil dalam pembangunan nasional, sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud secara adil dan merata.
       Asumsi dan teori lama yang sudah menjadi mitos tentang lemahnya kapasitas usaha mikro dalam mengelola pinjaman, telah dipatahkan dengan keberhasilan performance Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di banyak negara berkembang (termasuk Indonesia). Di Indonesia kepiawaian lembaga keuangan mikro telah terbukti pada masa krisis moneter sejak tahun 1997-2002. yang lalu. Keuangan mikro kini dianggap sebagai terobosan institusional untuk melayani pembiayaan masyarakat pedesaan maupun perkotaan para pengusaha mikro.
       Agar lembaga keuangan mikro BMT terfokus, profesional dan efektif melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang betul-betul membutuhkan, kita dapat mengacu prinsip utama yang disyaratkan oleh Microcredit Summit. Setidaknya ada empat prinsip yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pengembangan BMT. Adapun prinsip-prinsip utama tersebut adalah :
1.      Reaching the poorest
The poorest yang dimaksud adalah masyarakat paling miskin, namun secara ekonomi mereka aktif (economically active)dan memiliki semangat entrereneurship. Secara internasional mereka dipahami merupakan separoh bagian bawah dari garis kemiskinan nasional.
2.      Reaching and empowering women
Wanita merupakan korban yang paling menderita dalam kemiskinan, oleh sebab itu mereka harus menjadi fokus utama. Di samping itu, dari pengalaman lapangan di berbagai negara menunjukkan bahwa wanita merupakan peminjam, pemakai dan pengembali kredit yang baik.
3.      Building financially sustainable institution
Agar secara terus menerus dapat melayani masyarakat miskin, sehingga semakin banyak yang terlayani, maka secara financial, Lembaga BMT tersebut harus terjamin berkelanjutan.
4.      Measurable impact
Dampak dari kehadiran kelembagaan dapat diukur sehingga evaluasi dapat dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk perbaikan kinerja kelembagaan.
Dari paparan di atas, terlihat jelas bahwa lembaga keuangan mikro BMT memerankan posisi yang penting. Era otonomi daerah dan merupakan peluang bagi pengembangan keuangan mikro, maupun dalam arti sebaliknya, otonomi daerah dapat memanfaatkan lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan daerahnya.
       Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi salah satu usaha yang sedang digemari di Indonesia. Perajin di Indonesia sudah mulai tumbuh dan kreatif dalam mengupayakan agar UMKM-nya bisa dikenal nasional hingga global. Sektor ini mempunyai kontribusi besar terhadap perputaran uang di masyarakat karena jumlahnya yang cukup besar yaitu 55,2 juta. UMKM dari berbagai bidang usaha yang tersebar di seluruh Indonesia menyumbang kontribusi ke pertumbuhan ekonomi dalam negeri mencapai 60 persen. Ada cara-cara mengembangkan sayap UMKM Indonesia melalui 5P, yaitu Product, Price, Place, Promotion, dan People. Kita akan bahas penjelasannya satu per satu.
1.      Product
Dari segi produk, BMT harus menentukan produk yang tepat untuk kalangan UMKM. Dan juga BMT harus mampu keberagaman produk yang ditawarkan.
2.      Price
Maksudnya yaitu keberanian BMT dalam menawarkan pembiayaan modal usaha dengan jumlah yang besar namun dengan angsuran yang ringan.
3.      Place
Lokasi BMT tentu sangat menentukan minat pasar. Dengan memilih lokasi yang strategis dan ideal, BMT Anda akan cepat dikenal publik. Soal lokasi, usahakan membuka BMT di sekitar pasar tradisional atau lokasi lain yang ramai dan padat penduduk. Seandainya tidak menemukan lokasi yang strategis maka pertimbangkan hal-hal berikut saat membuka BMT, yaitu pastikan setiap menit selalu ada kendaraan melintas jika membuka di pinggir jala.
4.      Promotion
Beberapa BMT sudah menerapkan promosi melalui media sosial dan ini adalah langkah awal yang bagus. Pasalnya, saat ini media sosial menjadi salah satu bahan promosi yang murah, mudah dan cepat. Promosi bisa dilakukan dengan meletakkan foto BMT beserta detail produk dan ketentuan syarat peminjaman atau akad yang digunakan. Bila ada dana lebih, buat web dengan tampilan menarik dan informatif sehingga nasabah bisa mengetahui segala jenis produk yang ditawarkan. Jika Anda ingin menargetkan nasabah sebanyak-banyaknya, jasa media sosial, web dan forum bisnis adalah langkah promosi yang tepat.
5.      People
Ketika Anda membuka BMT, pastikan Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam usaha BMT Anda adalah orang-orang yang mengerti akan manajemen operasional BMT. Anda jangan ragu untuk melakukan proses rekrut karyawan dengan baik. Walaupun usaha BMT Anda masih skala mikro, namun proses seleksi karyawan harus mengikuti proses rekrutmen yang sudah modern dan teruji, jangan hanya mengandalkan referensi kenalan atau saudara.
Demikian penjelasan 5P untuk membangun strategi optimalisasi peran BMT sebagai sektor penggerak Usaha Mikro.























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
       BMT memiliki dua fungsi, yaitu fungsi sebagai baitul maal bertujuan mengembangkan misi kemanusiaan dan fungsi baitut tamwil bertujuan mengembangan usaha produktif bagi pengusaha kecil dan menengah. Berkaitan dengan pengembangan usaha produktif BMT bertindak sebagai lembaga keuangan mikro yang menjadi perantara pengusaha kecil-menengah dengan Lembaga Perbankan.
       Sesuai dengan fungsinya, BMT memiliki karakteristik yang khas jika dibanding dengan bentuk usaha yang telah ada. BMT memiliki kesamaan unsur dengan koperasi dan firma.
       Perkembangan sektor ekonomi riil/UMKM akan dapat berlangsung dengan cepat ketika didukung oleh tersedianya sumber dana yang memadahi dan sesuai dengan nilai-nilai keadilan. BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah sudah saatnya berbenah diri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana bagi pengembangan kegiatan usaha. Peran BMT merupakan salah satu kontribusi bagi suksesnya proses pembangunan, sehingga pelan tapi pasti dapat mengikis atau mengurangi jumlah penduduk miskin di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.kompasiana.com/
http://nayyasemangat.blogspot.co.id/2012/10/peranan-lembaga-keuangan-mikro-syariah.html
http://annisaf100.blogspot.co.id/2014/11/baitul-maal-wa-tamwil-bmt-a.html
http://zahratunnihayah.blogspot.co.id/2014/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Comments