KONSOLIDASI DEMOKRASI VIA PEMILU DAN PEMILUKADA
oleh : Prof. R. Siti Zuhro, MA, PhD
Mengapa Indonesia Melaksanakan Sistem Demokrasi ?
- Indonesia Membutuhkan Kemajuan ekonomi dan juga pemberdayaan rakyat secara politik.
- Era Orde Baru menghasilkan kemajuan ekonomi tapi kemunduran politik dan kurangnya pemberdayaan masyarakat.
- Melalui Demokrasi, sistem pemerintahan "dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat" diharapkan bisa terwujud.
- Demokrasi diharapkan mampu mendorong terwujudnya pemerintahan yang baik, partisipatif, transparan, dan akuntabel (good governance)
- melalui demokrasi pula akses rakyat untuk memilih dan dipilih terbuka lebar sehingga memungkinkan munculnya pluralisme aktor semakin besar.
- karena itu demokrasi tidak seharusnya menghasilkan politik kekerabatan yang ditandai oleh multiplikasi aktor.
Mengapa Konsolidasi Demokrasi Penting ?
- Konsolidasi demokrasi dapat diartikan sebagai suatu proses pelembagaan nilai-nilai demokrasi dan/atau penggabungan beberapa elemen demokrasi untuk bersama-sama secara terpadu memfasilitasi demokratisasi politik.
- Unsur yang terkait dalam konsolidasi demokrasi adalah lembaga atau institusi politik, baik partai politik, elite, kelompok-kelompok kepentingan maupun masyarakat politik (O'Donnel dan Schmitter, 1993: 24-6).
- unsur penting dalam konsolidasi demokrasi adalah adanya kesepakatan bersama menyangkut "nilai-nilai politik" yang bisa mendekatkan dan mempertemukan berbagai elemen politik tersebut menjadi suatu kekuatan yang relatif terpadu selama transisi menuju demokrasi.
- Asumsi di balik perlunya konsolidasi demokrasi adalah lemahnya kekuatan-kekuatan masyarakat sipil, yang diawal keruntuhan regime otoriter tercerai-berai akibat pandangan politik yang beragam, mereka berangkat dari kepentingan dan motivasi serta ideologi politik yang juga berbeda.
- Disamping itu, visi elite menyangkut prioritas kebijakan-kebijakan politik yang harus diambil di era transisi belum terbentuk atau kalu pun ada masih cenderung terpolarisasi.
- Mengutip pendapat Chalmers Johnson, dalam era perubahan politik, khususnya revolusi dan reformasi politik besar, ketidak seimbangan selalu muncul yakni suatu situasi dimana nilai-nilai, persepsi-persepsi atau kepercayaan-kepercayaan para elite politik, masyarakat, institusi-institusi politik dan sistem ekonomi tidak sinkron dan tidak saling memperkuat.
- Dengan situasi tersebut, konflik-konflik politik acapkali berlangsung terbuka.
- prioritas politik menyangkut arah transisi demokrasi merupakan faktor penting yang harus disepakati oleh para elite politik
- Dalam konteks transisi demokrasi, kata reformasi politik menjadi substansial karena tujuan selama fase transisi adalah menghadirkan regim politik baru dengan prioritas kebijakan-kebijakan reformasi politik besar. kebijakan-kebijakan reformasi politik besar ini meliputi empat aspek (Michael dan Dickson 1998 : 4-5) :
- Hubungan antara negara dan Masyarakat, khususnya basis yang dipakai negara untuk memperoleh tanggapan masyarakat sebagai repleksi basis legitimasi dan dukungan;
- hubungan antara negara dan ekonomi;
- Distribusi kekuasaan dan otoritas diantara dan didalam institusi-institusi politik dan kenegaraan yang utama (kepala negara, militer, kehakiman, kelompok-kelompok kepentingan, partai-partai politik, birokrat pusat, daerah dan lokal);
- Hubungan antara sistem ekonomi dan sistem politik negara dengan dunia luar.
- Konsolidasi demokrasi menjadi penanda bagi peningkatan kualitas demokrasi melalui institusionalisasi nilai-nilai, baik melalui partai politik, parlemen maupun pemilu.
- Demokratisasi adalah suatu proses panjang dan tak boleh henti, yang melibatkan pilar-pilar (parpol, pemilu, parlemen, media, civil society) dan sub-sub pilarnya (nilai-nilai budayapolitik lokal, aktor, kelembagaan lokal).
- Hal lain mengapa konsolidasi demokrasi perlu dilakukan adalah untuk membangun rezim demokratis yang kuat dan melembaga setelah runtuhnya rezim otoritarian.
- Setelah regime otoriter berakhir, biasanya situasi politik tidak menentu (chaos), terjadinya fragmentasi parpol dan masyarakat sipil, militer frustasi dan merasa terpojokkan atas perannya mendukung rezim masa lalu, sementara norma, aturan dan prosedur (rule of the game) baru yang mewakili sistem demokrasi belum terbentuk.
- Itulah sebabnya konflik-konflik menjadi terbuka dan sulit dikendalikam mengingat penguasa baru belum punya pijakan politik yang bisa diterima semua kekuatan politik guna melembagakan konflik-konflik politik yang muncul.
- Perjalanan suatu negara ke arah demokrasi, menurut Huntington (1991) melalui tiga tahapan penting, yakni 1. Berakirnya rezim militer; 2. Munculnya pemerintah demokratis; dan 3. Adanya konsolidasi demokrasi.
- Dua syarat pertama telah dipenuhi Indonesia yakni berakhirnya rezim otoriter orde baru dan pembentukan pemerintahan demokratis sejak masa kepresidenan Abdurahman Wahid (melalui transisi kepresidenan Habibie) hingga sekarang.
Fungsi Pemilu dan Pemilukada
- Pemilu dan pemilukada adalah bagian dari proses penguatan dan pendalaman demokrasi (deepening democracy) untuk memilih pemimpin yang mumpuni mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
- Pemilu dan pemilukada merupakan implementasi demokrasi dan saran political exercise untuk penguatan infrastruktur demokrasi, baik nasional maupun lokal dan juga untuk mereformasi birokrasi.
- Pemilu dan pemilukada tidak bisa dipisahkan dari proses demokrasi atau pendalaman demokrasi untuk melembagakan nilai-nilainya.
- Semua pasangan calon yang ikut dalam pemilu dan pemilukada harus memahami dengan seksama arti pentingya pemilu dan pemilukada dalam konteks keindonesiaan dan perlunya kematangan dalam berkompetisi dengan menunjukkan sikap: “siap kalah siap menang”.
- Pelajaran penting dari 3 kali pemilu dan 900 lebih pemilukada adalah meningkatnya partisipasi masyarakat dan relatif terbangunnya kedewasaan dalam berpolitik, melalui sikap yang ditunjukkan para elite dan tokoh.
- Perilaku positif mereka tersebut memberikan pencerahan, pelajaran berharga bagi pendidikan politik, yang kalah menerima, dan yang menang tidak arogan.
- Bahwa demokrasi “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” terwujud ketika pemilu dan pemilukada yang digelar tak semata-mata hanya melibatkan rakyat saja, tetapi pasca Pemilu dan pemilukada pemimpinnya menunjukkan keberpihakannya pada rakyat dengan memberdayakan mereka melaui program-program yang pro rakyat.
- Suatu Pemilu dan pemilukada dikatakan berhasil bia mampu menciptakan kedamaian, cara-cara yang free and fair dan mampu memilih pemimpin yang amanah.
- Yaitu pemimpin yang memiliki integritas, kredibilitas, kompetensi dan kapasitas dan yang tidak menggunakan politik uang/membeli suara untuk kemenangannya.
Beberapa hal penting yang perlu dicermati
- Penyelenggaraan pemilu dan pelembagaan sistem demokrasi masih bersifat di permukaan
- Pemilu dan pemilukada belum mampu mengantarkan rakyat Indonesia benar-benar berdaulat.
- Kinerja partai-partai politik sejak 1999 tidak kunjung menghasilkan landasan atau platform politik nasional.
- Partai-partai politik hanya memperdebatkan soal electoral threshold dan presidential threshold sebagai legitimasi kelayakan berkompetisi, namun minim wacana mengenai ide atau program
- Di daerah-daerah parpol-parpol hanya berfungsi sebagai wadah mencari keuntungan (rent seeking purposes)
- Transformasi nilai-nilai demokrasi yang substantif oleh parpol tidak terjadi dalam praktik demokrasi lokal.
- Pemerintahan hasil pemilu tak mampu menunjukkan pemerintahan yang bersih dan melayani
- Ketidakpastian hukum menjadikan publik semakin skeptis
- Fenomena konflik elite juga terus berulang pasca pemilu dan pemilukada.
- Apakah fenomena negatif di atas terjadi karena kita menelan bulat-bulat demokrasi yang didorong oleh liberalisme ekonomi global?
- Apakah hal tersebut dapat dimaknai bahwa demokrasi di indonesia tak dapat dilepaskan dari nilai-nilai keindonesiaan?
- Distorsi terhadap cita-cita demokrasi menjadikan upaya reformasi yang diterapkan di negeri ini menjadi kurang bermakna dan sia-sia
- Distorsi ini berlangsung di semua lini mulai dari struktur yang paling mendasar seperti: konflik antara legislatif dan eksekutif di mana kepentingan parpol sangat besar.
- Distorsi-distorsi ini berlangsung dalam konteks intervensi pasar melalui masuknya liberalisasi ekonomi sejak 1998 yang menuntut agar negara mempunyai kelengkapan struktur institusi untuk memuluskan investasi
Berbagai problematik dan pilihan Distortif
- Model transisi demokrasi tidak menjanjikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi
- Amandemen konstitusi (proses, substansi, dan format) cenderung tambal sulam
- Sistem perwakilan yang rancu (apakah monokameral, bikameral, atau trikameral)
- Sistem pemilihan umum perwakilan proporsional (proportional representation/PR system) yang berubah-ubah.
- Sistem multipartai ekstrim yang tidak mendukung skema sistem demkrasi presidensial.
- Proses legislasi dan skema UU bidang politik rancu dan inkoheren satu sama lain.
- Setelah hampir empat pemilu nasional digelar dan hampir seribu pemilukada diselenggarakan dengan semua dampak positif dan negatifnya, sudah saatnya Indonesia mereview dan merevisi paket UU politik (UU Parpol, UU MD3, UU pilpers) agar sejalan dengan perbaikan kualitas demokrasi dan pilar-pilarnya.
- Mengingat proses learning by doing yang belum komplit, maka perbaikan-perbaikan diperlukan mendesak agar sistem demokrasi yang kita laksanakan efektif dan bermanfaat.
- Ke depan tidak hanya parpol yang diharuskan memperbaiki diri dan menjadikan dirinya partai kader, tapi pemilu juga ditata ulang menjadi pemilu nasional dan pemilu lokal.
- Parlemen disyaratkan dihuni oleh kader-kader partai atau politisi yang amanah yang memiliki persyaratan sebagai anggota Dewan yang mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara memadai
- Pemilu sebagai jembatan bagi rekrutmen pemimpin, baik di parlemen maupun eksekutif / pemerintah berperan penting dalam menghasilkan pemimpin-pemimpin yang amanah.
Comments
Post a Comment