BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mamluk adalah tentara
budak yang telah memeluk islam dan berdinas untuk khalifah islam. Keistimewaan
tidak mempunyai hubungan golongan dan bangsawan. Setelah tamat latihan,
tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus setia kepada khalifah atau
sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah atau sultan. Tentara
Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan antara suku setempat.
Pemerintah setempat seperti amir juga mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil dibandingkan
pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.Sejarah daulah ini hanya berlangsung sampai
tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Bani Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua periode :
·
Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak
berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan baybars tahun 1277 M.
·
Kedua, periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak
berkuasanya Saifuddin Qalawun berkuasa (1279-1290 M) sampai kerajaan ini
dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 M.
B. Perumusan Masalah
Tujuan dari makalah
ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pengertian mamluk
2.
Untuk mengetahui sejarah terbentuknya dinasti
mamluk
3.
Untuk mengetahui tentang kemajuan dan kemunduran
dinasti mamluk
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini
yaitu untuk memberikan pengetahuan tentang sejarah berdirinya Dinasti Mamluk
kepada para pembaca umumnya, dan semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan yang telah kita miliki khususnya tentang sejarah peradaban islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal Usul Mamluk
Mamalik adalah
jamak dari Mamluk yang berarti budak atau hamba. Dinasti Mamluk ini memang
didirikan oleh para hamba. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan
oleh penguasa Dinasti Ayyubiyyah sebagai hamba, kemudian dididik dan dijadikan
tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat.
Pada masa penguasa Ayyubiah yang terakhir, Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan
pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Dan mereka juga mendapat
hak-hak istimewa di masa itu, baik dalam bidang ketenteraan maupun dalam
perolehan benda-benda. Di Mesir, mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai
Nil untuk menjalani latihan tentera. Dan kerana itulah, mereka dikenali dengan
julukan Mamluk Bahri (laut). Saingan mereka dalam ketenteraan pada masa itu
adalah tentera yang berasal dari suku Kurdi.
Golongan Mamluk
ini berasal dari berbagai suku bangsa di wilayah Balkan, Asia Kecil, dan
Transoksiana, yang sering disebut dengan suku bangsa Turki (at-turk), sehingga
pemerintahan mereka dinamakan Daulah at-Turk.
Suku-suku bangsa Mamluk adalah Turkoman, Kurdi, Romawi, Turki, Circasian, dan Kaukasus ( Qapjaq ). Di negeri asalnya, mereka adalah suku-suku pengembara yang hidup berpindah-pindah tempat. Di musim panas, mereka menempati suatu wilayah dan di musim sejuk, mereka mencari wilayah lain yang lebih sesuai.
Suku-suku bangsa Mamluk adalah Turkoman, Kurdi, Romawi, Turki, Circasian, dan Kaukasus ( Qapjaq ). Di negeri asalnya, mereka adalah suku-suku pengembara yang hidup berpindah-pindah tempat. Di musim panas, mereka menempati suatu wilayah dan di musim sejuk, mereka mencari wilayah lain yang lebih sesuai.
Seperti
terlihat pada gambar di bawah ini, daerah kekuasaan kerajaan mamluk meliputi : Allepo,Syiria,Mesir,Damascus,Jerusalem,Mekkah
dan Madinnah. Pusat kepemerintahan kerajaan Mamluk berada di Mesir dengan
kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang sulthan
.
Gambar1.Peta kekuasaan dinasti Mamluk
B.
Sejarah
Pembentukan Dinasti Mamluk
Kalau ada negara Islam yang selamat dari kehancuran akibat dari
serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka
negeri itu adalah Mesir yang ketika itu di bawah kekuasaan dinasti Mamalik.
Karena negeri ini terhindar dari kehancuran, maka persambungan perkembangan
peradaban dengan masa klasik relatif terlihat dan beberapa diantara prestasi
yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir.
Proses
berdirinya Mamalik dimulai dengan terbunuhnya Sultan Maliq al-Shaleh dari
dinasti Ayyubiyah pada 14 Sya’ban 647 H/22 November 1249 M. ketika
mempertahankan Kairo dari serangan tentara Salib dibawa pimpinan Lois IX (raja
Prancis). Kata Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang artinya yang dimiliki,
yaitu budak atau hamba sahaya. Kaum Mamalik yang menguasai Mesir sebagian besar
berasal dari Circassia, Torkoman atau Mongol.
Dinasti
ini mulai berkuasa pada tahun 1250-1517 M, yang terbagi dalam dua Mamalik yakni
Mamalik Bahri yang berkuasa sampai dengan tahun 1382 M dan Mamalik Burji, sejak
tahun 1382 sampai dengan tahun1517 M. Dinamakan dengan Mamalik Bahri karena
semua budak-budak menjadi pengawal menempati al-Ramdat di sungai Mil (al-Bahr)
dan dinamakan Mamalik Burji karena Sultan Qalawun menempatkan para budak di
benteng (al-Burj) Kairo.
Ketika
sultan al-Malik al-Shalih meninggal dunia pada tahun 1249 M, budak-budak asal
Turki memperkuat dirinya dalam satu kesatuan yang terorganisasi. Hal ini
dilakukan karena mereka menyadari bahwa
pergantian sultan akan menggoyahkan kedudukan mereka. Sepeninggal sultan
al-Malik al-Shalih, anaknya yang tertua, Turonsyah datang dari Mesopotania pada
bulan Februari 1250 M di Mesir, kedatangan Turonsyah di Mesir ini menimbulkan
rasa takut dan iri dikalangan Mamalik dan Syajarah ad-Durr. Sehingga mereka
berusaha untuk membunuh Turansyah. Pada bulan Mei 1250 M, Syajar ad-Durr dengan
dibantu oleh Mamalik berhasil membunuh Turansyah. Mereka selanjutnya
memproklamirkan Syajar ad-Durr sebagai penguasa baru menggantikan al-Malik
al-Shalih.
Pemproklamiran
Syajar al-Dur sebagai Sultan bagi dinasti Baru Mamalik mendapat kecaman dari
para bangsawan Ayyubiyah di Syiriah dan khalifah Mu’tazim di Bagdagh.
Kepemimpinan Syajar al-Durr berlangsung selama tiga bulan. Ia kemudian kawin
dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk pimpinan
kepadanya sambil berharap dapat berkuasa terus di belakang tabir. Akan tetapi,
segera setelah itu Aybak membunuh Syajar al-Dur dan mengambil sepenuhnya
kendali pemerintahan. Pada mulanya Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa
Ayyubiyah bernama Musa sebagai sultan “syar’i” (formal) di samping dirinya yang
bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, musa akhirnya dibunuh oleh
Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari
kekuasaan Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamluk.
Sepeninggal
Aybak, ia diganti oleh putranya, Ali (1257-1259) sebelum ditetapkan Qutuz –yang
pada waktu itu sebagai wakilnya menjadi penggantinya pada tanggal 12 Zulqaiddah
657 H/12 November 1259 M. setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan
diri ke Syiriah karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir.
Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil
menduduki hampir seluruh dunia Islam. kedua tentara bertemu di ‘Ayn Jalut dan
pada tanggal 13 November 1260 M, tentara Mamluk di bawah pimpinan Qutuz dan
Baybar berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara
Mongol ini membuat kekuasaan Mamluk di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam
disekitarnya. Penguasa-penguasa di Syiriah segera menyatakan setia pada
penguasa Mamluk.
Tidak
lama setelah itu Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin militer yang
tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M) dengan
gelar al-Malik al-Zahir. Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara
Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik kerana kerajaannya yang begitu utuh dan kuat. Sebelum
wafat, Baybar berwasiat agar putranya pangeran Said, dinobatkan menjadi
penggantinya.
Pangeran
Sa’id dikawinkan dengan putri Saifuddin Qalawun. Sementara Said dinobatkan
menjadi sultan, tetapi mertuanya memaksa turun tahta kemudian menggantikannya.
Ketika Saifuddin Qalawun berkuasa (1279-1290 M) Mamalik Bahri tidak lagi
memiliki figur yang dapat menandinginya bahkan jumlah mereka di kalangan
militer semakin berkurang, karena Qalawun mengambil tenaga militer untuk
memperkuat kedudukannya dari Sarasia. Budak-budak Sirkasia dibelinya dalam
jumlah besar untuk dididik menjadi militer yang ditempatkan di menara-menara (Burj)
atau benteng. Tempat pendidikan mereka ini akhirnya menjadi identitas dari
kelompok mereka, Mamluk Burji.
Tersisihnya
Mamluk bahri dan masuknya Mamluk Burji menyebabkan Qalawun berhasil mewariskan
kekuasaaan kepada keturunannya empat generasi.
Pemerintahan
dinasti Mamluk yang juga disebut daulah al-Atrak (Negra-negara orang
Turki) adalah oligarki militer dan tidak menerapkan sistem turun-temurun. Tokoh
militer yang menonjol dan berprestasi dapat dipilih sebagai sultan. Hal
tersebut bergeser ketika Qalawun berkuasa. Ia menerapkan sistem turun-temurun
dengan mewariskan kekuasaan kepada keturunannya sebanyak empat generasi.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa dalam proses
berdirinya Dinasti Mamluk sebagaimana dinasti-dinasti lainnya, juga mengalami
hambatan dan rintangan yang tidak ringan. Namun demikian kaum Mamalik dengan
keberanian dan keuletannya dapat tampil dalam panggung sejarah, bahkan dinasti
ini dapat eksis selama dua setengah abad lebih.
C.
Masa kekuasaan
Dinasti Mamluk
Kalau
ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa
Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah
Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan dinasti Mamluk. Karena negeri
ini terhindar dari kerhancuran, maka persambungan perkembangan peradaban dengan
masa klasik relatif terlihat dan beberapa di antara prestasi yang pernah
dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian, kemajuan yang
dicapai oleh dinasti ini, masih di bawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat
Islam pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode berpikir tradisional
sudah tertanam sangat kuat sejak berkembangnya aliran teologi 'Asy'ariyah,
filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran al- Ghazali mewarnai pemikiran
mayoritas umat Islam, dan yang lebih penting lagi adalah karena Baghdad dengan
fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang banyak memberi inspirasi ke pusat-pusat
peradaban Islam, hancur.
Sejarah
daulah ini hanya berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Bani
Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua periode :
Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak
berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan baybars tahun 1277 M.
Kedua, periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak
berkuasanya Saifuddin Qalawun berkuasa (1279-1290 M) sampai kerajaan ini
dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 M.
Daulah
Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti
ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun
(1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun. Anak Qalawun
berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295-
1297 M). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di
Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat penting. Para amir berkompetisi dalam
prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu
dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian,
dan ilmu pengetahuan.
Daulah
Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek
didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang
indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah
rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.
D. Kemajuan-kemajuan
yang dicapai dinasti Mamluk
Dinasti
Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti
ini bersifat oligarki militer, utamanya pada masa pemerintahan Mamluk Bahri.
Sistem oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Para amir
berkompetisi dalam prestasi, karena merupakan kandidat sultan. Adanya kompetisi
semacam ini, memotivasi setiap amir untuk melakukan perubahan demi terjadinya
suatu kemajuan di Mesir.
Adapun
kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Mamluk adalah sebagai berikut:
1. Bidang Militer.
Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya
dalam kemiliteran. Para Mamluk yang dididik haruslah dengan tujuan untuk
menjadi pasukan pendukung kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan
diangkat di antara pemimpin tentara yang terbaik, yang paling berprestasi, dan
mempunyai kemampuan untuk menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang
di wilayah Mesir
Setelah memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih
sebagai tentara berkuda. Mereka harus mematuhi Furisiyyah, sebuah aturan
perilaku yang memasukkan nilai-nilai seperti keberanian dan kemurahan hati dan
juga doktrin mengenai taktik perang berkuda, kemahiran menunggang kuda,
kemahiran memanah dan juga kemahiran merawat luka dan cedera.
Tentara Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja. Masa
lapang mereka diisi dengan permainan seperti memanah dan juga persembahan
kemahiran bertempur. Latihan yang intensif dan ketat untuk anggota-anggota baru
Mamluk juga akan memastikan bahwa kebudayaan Mamluk ini abadi.
Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus
setia kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah
atau sultan. Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan
antara suku setempat. Pemerintah setempat seperti amir juga mempunyai pasukan Mamluk
sendiri tetapi lebih kecil dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.
Pada mulanya, status tentara Mamluk ini tidak boleh diwariskan dan anak
lelaki tentara Mamluk dilarang mengikuti jejak langkah ayahnya. Di sebagian
kawasan seperti Mesir, tentara
Mamluk mulai menjalin hubungan dengan pemerintah setempat dan akhirnya mendapat
pengaruh yang luas. Pada era Dinasti Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu
militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Shalahuddin, ada buku
manual militer karya AT-Thurtusi (570 H/1174 M) yang membahas
keberhasilan menaklukan Yerussalem. Semenjak awal Islam memang menaruh perhatian khusus
mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang,
gulat, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Jalut juga dikisahkan dengan apik dalam Al-Qur'an. Bahkan,
ada satu surat di Al-Qur'an yang
berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dalam kecamuk
peperangan.
”Demi kuda perang yang berlari
kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan
(kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka,
ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah kumpulan musuh.” (Al-‘aAdiyat
1-4).
Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis
berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku
mengenai 'jihad' dan
pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah satu
buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The
Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara 380H-338 H/990-998
M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis
berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang
menyusun pasukan, tentang berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan
yang saat itu telah dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian
banyak muncul dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma’mun. Bahkan, pada periode kekuasaan
Daulah Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat
pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk
mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa
saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan
dengan serangan bangsa Mongol.
Pada zaman Shalahuddin, ada sebuah
buku manual militer yang disusun oleh At-Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku
ini membahas mengenai keberhasilan Shalahuddin di dalam
memenangkan perang melawan bala tentara salib dan menaklukan
Yerussalem. Buku ini ditulis dengan bahasa Arab, meski sang
penulisnya orang Armenia. Manual
yang ditulisnya selain berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai
‘mesin-mesin perang’ saat itu, seperti mangonel (pelempar
batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan
perang, dan cara membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi
dengan keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai
militer adalah karya yang ditulis oleh Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611
H/1214 M). Buku ini membahas secara detail mengenai soal taktik perang,
organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli
militer di Barat menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap
tentang pasukan muslim di medan
tempur dan dalam pengepungan. Pada lingkungan militer Daulah Mamluk
menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya keahlian menunggang kuda
atau fu'usiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana cara seorang
calon satria melatih diri dan kuda untuk berperang, cara menggunakan
senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al-Aqsara’i (wafat74 H/1348 M) yang
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An
End to Questioning and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of
Horsemenship. Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda,
pasukan, dan senjata, namun juga membahas mengenai doktrin dan pembahasan
pembagaian rampasan perang.
2. Bidang Pemerintahan.
Dalam bidang
pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn al-Jalut
menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak
penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk
menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer
sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari
kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang
berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai
khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara
Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai
pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti
tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia
(tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
3. Bidang Ekonomi.
Dalam
bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan
Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti
Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad menjadikan kota Kairo sebagai
jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, dan menjadi lebih penting karena Kairo
menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa.
Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang
ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi
antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat
membantu pengembangan perekonomiannya.
Pembangunan di bidang ekonomi dan perdagangan membawa kemakmuran.
Jalur perdagangan yang dibangun sejak kekhalifaan fatimiyah diperluas dengan
membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis. Dalam pada itu, kedudukan
Mesir menjadi penting bagi jalur perdagangan antara Asia dan Eropa melalui laut
merah dan laut tengah.
Bidang perhubungan
darat dan laut yang menjadi pilar utama dan penopang ekonomi negara menjadi
lancar dengan menggali terusan-terusan, membuat pelabuhan-pelabuhan, dan
menghubungkan Kairo dengan Damaskus. Disamping itu hasil pertanian juga
meningkat. Keberhasilan ekonomi Mesir pada periode ini, didukung oleh
pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antar kota melalui laut dan
darat. Oleh karena itu ketangguhan angkatan laut menjadi bagian penting dalam
pengembangan perekonomiannya.
4.
Bidang ilmu
pengetahuan.
Di bidang ilmu
pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari
serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir,
seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu
sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan
Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang
matematika Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abul Hasan 'Ali
an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul
Mun'im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi.
Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam
bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah,
seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam As-Suyuthi Rahimahullah
yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullah
dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
Dasar untuk
mengukur kemajuan peradaban suatu bangsa atau dinasti biasanya diukur dari
tingkat perhatian dan penghargaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu
pengetahuan merupakan pertanda bagi
kebangkitan peradaban suatu bangsa. Banyak dinasti Islam yang sangat
berprestasi dalam dunia ilmu pengetahuan sehingga menambah khazanah
keintelektualan yang mewarnai corak rasionalistik masa klasik Islam. di antara
dinasti Islam yang sangat mengutamakan ilmu pengetahuan adalah dinasti Mamluk.
Kemajuan ilmu
pengetahuan pada masa dinasti Mamluk disebabkan oleh jatuhnya Baghdad yang
mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan diri ke Mesir. Dengan
demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan,
melanjutkan kedudukan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan oleh bangsa
Mongol.
Di Mesir, para ilmuan
tersebut memperoleh perlindungan dan kehidupan yang terjamin sehingga ilmu pengetahuan dapat berkembang
dengan pesat, seperti dalam bidang ilmu sejarah, kedokteran, astronomi,
matematika, dan ilmu agama. Ketika para ulama Baghdad kehilangan semangat pintu ijtihad dan lari ke dunia tasawuf dan tarekat
dan umat hidup dalam taqlid, maka di wilayah Mesir yang dikuasai dinasti
Mamluk bermunculan ulama-ulama besar. Ulama-ulama tersebut antara lain Ibnu
Taimiyah (1263-1328), penganjur kemurnian ajaran Islam untuk kembali pada
al-Qur’an dan Hadis dan membuka pintu ijtihad; Jalaluddin al-Suyuti, seorang
ulama yang produktif menulis, baik di bidang tafsir maupun sejarah.
5. Bidang Seni dan Budaya.
Pergantian
Sultan yang dialami oleh dinasti Mamluk, khususnya pada masa dinasti Mamluk
Bahri memberikan corak tersendiri bagi perkembangan arsitektur setiap sultan.
Kondisi persaingan di bidang arsitektur ini memberikan gambaran tersendiri bagi
kewibawaan dan kemajuan bagi diri sultan. Oleh karena itu perhatian terhadap kondisi arsitektur
melambangkan kejayaan kerajaan. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap sultan
berusaha lebih berhasil dari pendahulunya meskipun semuanya tidak terpenuhi,
sehingga ada keinginan mengabadikan sesuatu yang bersifat monumental dari
kepemimpinannya sebagai warisan sejarah.
Pengembangan arsitektur yang sangat tinggi
tersebut ditopang oleh datangnya beberapa insinyur tehnik yang melarikan diri
ke Mesir untuk mencari perlindungan kepada sultan akibat kejaran tentara Mongol.
Kedatangan arsitek tersebut membawa Mesir mengalami perkembangan seni dan
budaya secara cepat, dengan prestasi-prestasi tersendiri seperti arsitektur,
keramik, dan karya arsitek dalam logam.
Desain arsitektural yang khas muncul sebagai
seni arsitektur keagamaan pada periode ini. beberapa mesjid dan madrasah
biasanya dibangun dengan sebuah ruang tengah yang terbuka yang dikelilingi
empat serambi pada setiap sisi utama dari ruang tengah tersebut, dengan
beberapa ruang yang berhubungan dilengkapi dengan kamar-kamar untuk para
pelajar. Bangunan makam biasanya diberi atap dengan sebuah kubah.
Bangunan-bangunan yang lain yang didirikan pada masa ini adalah rumah sakit
umum, perpustakaan, vila-vila, kubah dan menara mesjid.
Kondisi kejayaan
arsitektur Mamluk masa klasik digambarkan oleh beberapa ahli sejarah sebagai
kota yang kaya akan pertunjukan visual ala kota klasik yang sangat luas,
membentuk tatanan fisik kota dan melambangkan hubungan integral antara
negara-negara Islam dan masyarakat urban.
E.
Kemunduran dan
Kehancuran dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk
telah menorehkan tinta sejarah keemasan Islam dan memberikan sumbangsih
terhadap peradaban Islam dengan berbagai kejayaan yang pernah diraihnya. Namun
demikian, sejarah mencatat pula bahwa banyak kerajaan-kerajaan yang telah
mencapai puncaknya akhirnya mengalami kemunduran. Hal itulah yang dialami oleh
dinasti Mamluk, kejayaan yang diraihnya tertoreh sebagai warisan sejarah
kejayaan Islam. sekaligus pengalaman
pahit yang pernah terjadi dalam sejarah dinasti Islam akibat kehancuran yang
dialami oleh dinasti ini.
Sejarah telah
mencatat bahwa pada masa dinasti Mamluk Bahri, Mamluk mengalami berbagai puncak
kejayaan utamanya pada masa Baybar memegang tampuk kepemerintahan. Setelah
pemerintahan Mamluk beralih kepada kelompok Mamluk Burji, dinasti Mamluk
mengalami banyak kemunduran. Kemunduran itu disebabkan berbagai faktor internal
dan eksternal.
Para Sultan dari
Mamluk Burji tidak memiliki pengetahuan cara mengatur roda pemerintahan kecuali
latihan militer. Kenyataan menunjukkan situasi kelemahan yang dialami oleh
dinasti ini. Barbesi misalnya melarang megimpor rempah-rempah dari India.
Akibatnya, harga rempah-rempah menjadi mahal, apalagi komoditi ini dimonopoli
oleh Sultan. Ia juga memonopoli pabrik gula dan melarang kaum wanita keluar
rumah, memecat orang-orang non Muslim dari pegawi pemerintah. Dalam suasana
stabilitas dalam negeri yang begitu rapuh, masyarakat juga dijangkiti berbagai
macam penyakit epidemi yang meminta korban banyak.
Banyak penguasa
Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai pengetahuan. Kebiasaan
hidup berpoya-poya dan hidup mewah menyebabkan harga pajak melambung tinggi,
sehingga menyengsarakan rakyat dan membuat mereka putus asa dan hilang
kepercayaan terhadap sultan. Pajaklah satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang
yang banyak untuk membiayai pemerintahan, membayar pegawai, melengkapi
istana-istana dengan berbagai kemewahan. Sultan yang memerintah dari tahun
1412-1421 M adalah seorang pemabuk, yang dibeli dari seorang pedagang
Circassia. Sultan inilah yang melakukan berbagi perbuatan yang melampaui batas.
Kondisi yang melanda dinasti Mamalik ini, meluas dari tingkat amir ke bentuk
gangguan dalam masyarakat. Keadaan itu diperparah dengan adanya musim kemarau
panjang yang mengakibatkan pertanian tidak berproduksi.
Disamping kondisi internal tersebut di atas,
kondisi yang tak kalah pentingnya yang mewarnai kemunduran dan kehancuran
dinasti Mamluk adalah faktor eksternal. Pada tahun 1498 Vasco Da Gama, seorang
navigator yang berkebangsaan Portugis, mendapat jalan ke Timur melalui Tanjung
Pengharapan di Afrika Selatan. Dengan penemuan ini, orang Portugis dan Eropa
lainnya bersatu untuk mendatangi daerah-daerah penghasil rempah-rempah di
Timur. Akibatnya adalah kapal-kapal yang biasanya melintas di daerah Mesir dan
Syiria kini baralih ke Tanjung
Pengharapan, sehingga penghasilan Mamluk menjadi berkurang. Dengan ditemukannya
Tanjung Harapan sistem perdagangan dinasti Mamalik mulai runtuh secara
berangsur-angsur.
Di pihak lain
suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi dinasti
Mamalik, yakni kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik
di Mesir. Datangnya kekuatan baru tersebut diperparah dengan bergolaknya daerah
kekuasaan Mamluk di Syiria. Selain karena penyerbuan tentara Mongol, juga
karena ulah penguasa-penguasa setempat yang ingin melepaskan diri dari
pemerintahan pusat. Kekuatan Turki Usmani yang masuk Syiria itu berasal dari Anatolia
yang memberikan perlawanan yang berarti terhadap pasukan Mamluk.
Dari Syiria, tentara Usmaniyah melaju ke Mesir. Pada waktu itu yang
menjadi sultan di Mesir adalah Tumam Bey, bekas budak Qunshawh. Kedua belah
pihak berhadapan di kota Kairo pada tanggal 28 Zulhijjah923 H/ 22 Januari
1417M,. kondisi pasukan Mamalik tidak dapat mengimbangi pasukan Turki
Usmaniyah. Sehari setelah itu, sultan Salim dengan mudah memasuki Kairo.
Orang-orang Mamalik menyerah kalah. Tumam Bey, sultan terakhir Mamalik akhirnya
terbunuh pada bulan rabiul Awal 923 H/April 1517M.
Dengan demikian,
berakhirlah masa pemerintahan dinasti Mamalik, Kairo yang sebelumnya menjadi
ibu kota kerajaan, sekarang tidak lebih dari sebuah kota propinsi dari
kesultanan Turki Usmaniyah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinasti Mamalik
adalah salah satu kerajaan yang berada di Mesir yang pada awalnya merupakan
daerah yang bebas dari gangguan pihak luar dan muncul dalam suasana
diintegrasipolitik secara total mengawali masa kemunduran dunia Islam, kendati
dalam keadaan demikian, terbentuklah sebuah pemerintahan yang kokoh,
dikendalikan oleh dua kelompok Mamalik yakni Mamalik Bahri dan Burji yang mampu
bertahan selama tiga perempat abad.
Pada masa
pemerintahannya, dinasti mamalik mengalami beberapa kemajuan baik di bidang
konsolidasi pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan,militer serta bidng seni
dan budaya. Namun demikian suatu pemerintahan tidak akan mengalami kemajuan dan
tidak akn pernah bertahan lama, pasti akan mengalami kemunduran yang sekaligus
membawa kehancuran. Hal inilah yang dialami oleh dinasti Mamalik. Kemunduran
dan kehancurannya disebabkan oleh adanya faktor interen yakni tidak stabilnya
pemerintahan disebabkan karena para penguasa ketika itu lemah, adanya kondisi
alam yang diluar dugaan mereka, seperti terjadinya musim kemarau yang
berkepanjangan serta wabah penyakit yang menjangkit mengakibatkan banyak yang
meninggal dunia. Sedangkan faktor eksteren yakni menguatnya Turki Usmani dalam
berbagai bidang sehingga dapat memukul mundur kekuatan dinasti mamalik sampai
menghancurkannya. Sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Mamalik.
Comments
Post a Comment