Makalah sejarah terbentuknya dinasti mamluk

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Mamluk adalah tentara budak yang telah memeluk islam dan berdinas untuk khalifah islam. Keistimewaan tidak mempunyai hubungan golongan dan bangsawan. Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus setia kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah atau sultan. Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan antara suku setempat. Pemerintah setempat seperti amir juga mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.Sejarah daulah ini hanya berlangsung sampai tahun 1517 M,    ketika dikalahkan oleh Bani Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua periode :
·         Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan baybars tahun 1277 M.
·         Kedua, periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Saifuddin Qalawun berkuasa (1279-1290 M) sampai kerajaan ini dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 M.
B.     Perumusan Masalah
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui pengertian mamluk
2.      Untuk mengetahui sejarah terbentuknya dinasti mamluk
3.      Untuk mengetahui tentang kemajuan dan kemunduran dinasti mamluk
C.    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk memberikan pengetahuan tentang sejarah berdirinya Dinasti Mamluk kepada para pembaca umumnya, dan semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan yang telah kita miliki khususnya tentang sejarah peradaban islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Asal Usul Mamluk
Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang berarti budak atau hamba. Dinasti Mamluk ini memang didirikan oleh para hamba. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyubiyyah sebagai hamba, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Pada masa penguasa Ayyubiah yang terakhir, Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Dan mereka juga mendapat hak-hak istimewa di masa itu, baik dalam bidang ketenteraan maupun dalam perolehan benda-benda. Di Mesir, mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil untuk menjalani latihan tentera. Dan kerana itulah, mereka dikenali dengan julukan Mamluk Bahri (laut). Saingan mereka dalam ketenteraan pada masa itu adalah tentera yang berasal dari suku Kurdi.
Golongan Mamluk ini berasal dari berbagai suku bangsa di wilayah Balkan, Asia Kecil, dan Transoksiana, yang sering disebut dengan suku bangsa Turki (at-turk), sehingga pemerintahan mereka dinamakan Daulah at-Turk.
Suku-suku bangsa Mamluk adalah Turkoman, Kurdi, Romawi, Turki, Circasian, dan Kaukasus ( Qapjaq ). Di negeri asalnya, mereka adalah suku-suku pengembara  yang hidup berpindah-pindah tempat. Di musim panas, mereka menempati suatu wilayah dan di musim sejuk, mereka mencari wilayah lain yang lebih sesuai.
Seperti terlihat pada gambar di bawah ini, daerah kekuasaan kerajaan mamluk meliputi : Allepo,Syiria,Mesir,Damascus,Jerusalem,Mekkah dan Madinnah. Pusat kepemerintahan kerajaan Mamluk berada di Mesir dengan kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang sulthan 
peta daerah kekuasaan dinasti mamluk
.
Gambar1.Peta kekuasaan dinasti Mamluk
B.     Sejarah Pembentukan Dinasti Mamluk
            Kalau ada negara Islam yang selamat dari kehancuran akibat dari serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu di bawah kekuasaan dinasti Mamalik. Karena negeri ini terhindar dari kehancuran, maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relatif terlihat dan beberapa diantara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir.
            Proses berdirinya Mamalik dimulai dengan terbunuhnya Sultan Maliq al-Shaleh dari dinasti Ayyubiyah pada 14 Sya’ban 647 H/22 November 1249 M. ketika mempertahankan Kairo dari serangan tentara Salib dibawa pimpinan Lois IX (raja Prancis). Kata Mamalik adalah jamak dari Mamluk yang artinya yang dimiliki, yaitu budak atau hamba sahaya. Kaum Mamalik yang menguasai Mesir sebagian besar berasal dari Circassia, Torkoman atau Mongol.
            Dinasti ini mulai berkuasa pada tahun 1250-1517 M, yang terbagi dalam dua Mamalik yakni Mamalik Bahri yang berkuasa sampai dengan tahun 1382 M dan Mamalik Burji, sejak tahun 1382 sampai dengan tahun1517 M. Dinamakan dengan Mamalik Bahri karena semua budak-budak menjadi pengawal menempati al-Ramdat di sungai Mil (al-Bahr) dan dinamakan Mamalik Burji karena Sultan Qalawun menempatkan para budak di benteng (al-Burj) Kairo.
            Ketika sultan al-Malik al-Shalih meninggal dunia pada tahun 1249 M, budak-budak asal Turki memperkuat dirinya dalam satu kesatuan yang terorganisasi. Hal ini dilakukan  karena mereka menyadari bahwa pergantian sultan akan menggoyahkan kedudukan mereka. Sepeninggal sultan al-Malik al-Shalih, anaknya yang tertua, Turonsyah datang dari Mesopotania pada bulan Februari 1250 M di Mesir, kedatangan Turonsyah di Mesir ini menimbulkan rasa takut dan iri dikalangan Mamalik dan Syajarah ad-Durr. Sehingga mereka berusaha untuk membunuh Turansyah. Pada bulan Mei 1250 M, Syajar ad-Durr dengan dibantu oleh Mamalik berhasil membunuh Turansyah. Mereka selanjutnya memproklamirkan Syajar ad-Durr sebagai penguasa baru menggantikan al-Malik al-Shalih.
            Pemproklamiran Syajar al-Dur sebagai Sultan bagi dinasti Baru Mamalik mendapat kecaman dari para bangsawan Ayyubiyah di Syiriah dan khalifah Mu’tazim di Bagdagh. Kepemimpinan Syajar al-Durr berlangsung selama tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk pimpinan kepadanya sambil berharap dapat berkuasa terus di belakang tabir. Akan tetapi, segera setelah itu Aybak membunuh Syajar al-Dur dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai sultan “syar’i” (formal) di samping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamluk.
            Sepeninggal Aybak, ia diganti oleh putranya, Ali (1257-1259) sebelum ditetapkan Qutuz –yang pada waktu itu sebagai wakilnya menjadi penggantinya pada tanggal 12 Zulqaiddah 657 H/12 November 1259 M. setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syiriah karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. kedua tentara bertemu di ‘Ayn Jalut dan pada tanggal 13 November 1260 M, tentara Mamluk di bawah pimpinan Qutuz dan Baybar berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamluk di Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam disekitarnya. Penguasa-penguasa di Syiriah segera menyatakan setia pada penguasa Mamluk.
Tidak lama setelah itu Qutuz meninggal dunia. Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukannya menjadi Sultan (1260- 1277 M) dengan gelar al-Malik al-Zahir. Ia adalah sultan terbesar dan termasyhur di antara Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki dinasti Mamalik kerana kerajaannya yang begitu utuh dan kuat. Sebelum wafat, Baybar berwasiat agar putranya pangeran Said, dinobatkan menjadi penggantinya.
            Pangeran Sa’id dikawinkan dengan putri Saifuddin Qalawun. Sementara Said dinobatkan menjadi sultan, tetapi mertuanya memaksa turun tahta kemudian menggantikannya. Ketika Saifuddin Qalawun berkuasa (1279-1290 M) Mamalik Bahri tidak lagi memiliki figur yang dapat menandinginya bahkan jumlah mereka di kalangan militer semakin berkurang, karena Qalawun mengambil tenaga militer untuk memperkuat kedudukannya dari Sarasia. Budak-budak Sirkasia dibelinya dalam jumlah besar untuk dididik menjadi militer yang ditempatkan di menara-menara (Burj) atau benteng. Tempat pendidikan mereka ini akhirnya menjadi identitas dari kelompok mereka, Mamluk Burji.
            Tersisihnya Mamluk bahri dan masuknya Mamluk Burji menyebabkan Qalawun berhasil mewariskan kekuasaaan kepada keturunannya empat generasi.
            Pemerintahan dinasti Mamluk yang juga disebut daulah al-Atrak (Negra-negara orang Turki) adalah oligarki militer dan tidak menerapkan sistem turun-temurun. Tokoh militer yang menonjol dan berprestasi dapat dipilih sebagai sultan. Hal tersebut bergeser ketika Qalawun berkuasa. Ia menerapkan sistem turun-temurun dengan mewariskan kekuasaan kepada keturunannya sebanyak empat generasi.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa dalam proses berdirinya Dinasti Mamluk sebagaimana dinasti-dinasti lainnya, juga mengalami hambatan dan rintangan yang tidak ringan. Namun demikian kaum Mamalik dengan keberanian dan keuletannya dapat tampil dalam panggung sejarah, bahkan dinasti ini dapat eksis selama dua setengah abad lebih.
C.    Masa kekuasaan Dinasti Mamluk
Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan dinasti Mamluk. Karena negeri ini terhindar dari kerhancuran, maka persambungan perkembangan peradaban dengan masa klasik relatif terlihat dan beberapa di antara prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian, kemajuan yang dicapai oleh dinasti ini, masih di bawah prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode berpikir tradisional sudah tertanam sangat kuat sejak berkembangnya aliran teologi 'Asy'ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran al- Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam, dan yang lebih penting lagi adalah karena Baghdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiahnya yang banyak memberi inspirasi ke pusat-pusat peradaban Islam, hancur.
Sejarah daulah ini hanya berlangsung sampai tahun 1517 M, ketika dikalahkan oleh Bani Utsmani, Daulah ini dibagi menjadi dua periode :
Pertama, periode kekuasaan Mamluk Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya pemerintahan baybars tahun 1277 M.
Kedua, periode kekuasaan Mamluk Burji, sejak berkuasanya Saifuddin Qalawun berkuasa (1279-1290 M) sampai kerajaan ini dikalahkan oleh Bani Utsmani tahun 1517 M.
Daulah Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun temurun. Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha (1295- 1297 M). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat penting. Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang, seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.
Daulah Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.
D.    Kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Mamluk
            Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, utamanya pada masa pemerintahan Mamluk Bahri. Sistem oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena merupakan kandidat sultan. Adanya kompetisi semacam ini, memotivasi setiap amir untuk melakukan perubahan demi terjadinya suatu kemajuan di Mesir.
            Adapun kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Mamluk adalah sebagai berikut:
1. Bidang Militer.
Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam  kemiliteran. Para Mamluk yang dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan diangkat di antara pemimpin tentara yang terbaik, yang paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir
Setelah memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara berkuda. Mereka harus mematuhi Furisiyyah, sebuah aturan perilaku yang memasukkan nilai-nilai seperti keberanian dan kemurahan hati dan juga doktrin mengenai taktik perang berkuda, kemahiran menunggang kuda, kemahiran memanah dan juga kemahiran merawat luka dan cedera.
Tentara Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja. Masa lapang mereka diisi dengan permainan seperti memanah dan juga persembahan kemahiran bertempur. Latihan yang intensif dan ketat untuk anggota-anggota baru Mamluk juga akan memastikan bahwa kebudayaan Mamluk ini abadi.
Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus setia kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah atau sultan. Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan antara suku setempat. Pemerintah setempat seperti amir juga mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.
Pada mulanya, status tentara Mamluk ini tidak boleh diwariskan dan anak lelaki tentara Mamluk dilarang mengikuti jejak langkah ayahnya. Di sebagian kawasan seperti Mesir, tentara Mamluk mulai menjalin hubungan dengan pemerintah setempat dan akhirnya mendapat pengaruh yang luas. Pada era Dinasti Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Shalahuddin, ada buku manual militer karya AT-Thurtusi (570 H/1174 M) yang membahas keberhasilan menaklukan Yerussalem. Semenjak awal Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang, gulat, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Daud dan Jalut juga dikisahkan dengan apik dalam Al-Qur'an. Bahkan, ada satu surat di Al-Qur'an yang berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dalam kecamuk peperangan.
”Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah kumpulan musuh.” (Al-‘aAdiyat 1-4).
Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai 'jihad' dan pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara 380H-338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma’mun. Bahkan, pada periode kekuasaan Daulah Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.
Pada zaman Shalahuddin, ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh At-Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku ini membahas mengenai keberhasilan Shalahuddin di dalam memenangkan perang melawan bala tentara salib dan menaklukan Yerussalem. Buku ini ditulis dengan bahasa Arab, meski sang penulisnya orang Armenia. Manual yang ditulisnya selain berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai ‘mesin-mesin perang’ saat itu, seperti mangonel (pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi dengan keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis oleh Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini membahas secara detail mengenai soal taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli militer di Barat menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap tentang pasukan muslim di medan tempur dan dalam pengepungan. Pada lingkungan militer Daulah Mamluk menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya keahlian menunggang kuda atau fu'usiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana cara seorang calon satria melatih diri dan kuda untuk berperang, cara menggunakan senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al-Aqsara’i (wafat74 H/1348 M) yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An End to Questioning and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of Horsemenship. Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda, pasukan, dan senjata, namun juga membahas mengenai doktrin dan pembahasan pembagaian rampasan perang.
2. Bidang Pemerintahan.
            Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam  kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
3. Bidang Ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad menjadikan kota Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, dan menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
Pembangunan di bidang ekonomi dan perdagangan membawa kemakmuran. Jalur perdagangan yang dibangun sejak kekhalifaan fatimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis. Dalam pada itu, kedudukan Mesir menjadi penting bagi jalur perdagangan antara Asia dan Eropa melalui laut merah dan laut tengah.
            Bidang perhubungan darat dan laut yang menjadi pilar utama dan penopang ekonomi negara menjadi lancar dengan menggali terusan-terusan, membuat pelabuhan-pelabuhan, dan menghubungkan Kairo dengan Damaskus. Disamping itu hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan ekonomi Mesir pada periode ini, didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antar kota melalui laut dan darat. Oleh karena itu ketangguhan angkatan laut menjadi bagian penting dalam pengembangan perekonomiannya.
4.      Bidang ilmu pengetahuan.
Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang matematika Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abul Hasan 'Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul Mun'im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam As-Suyuthi Rahimahullah yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullah dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
Dasar untuk mengukur kemajuan peradaban suatu bangsa atau dinasti biasanya diukur dari tingkat perhatian dan penghargaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan  merupakan pertanda bagi kebangkitan peradaban suatu bangsa. Banyak dinasti Islam yang sangat berprestasi dalam dunia ilmu pengetahuan sehingga menambah khazanah keintelektualan yang mewarnai corak rasionalistik masa klasik Islam. di antara dinasti Islam yang sangat mengutamakan ilmu pengetahuan adalah dinasti Mamluk.
Kemajuan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Mamluk disebabkan oleh jatuhnya Baghdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan diri ke Mesir. Dengan demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, melanjutkan kedudukan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan oleh bangsa Mongol.
Di Mesir, para ilmuan tersebut memperoleh perlindungan dan kehidupan yang terjamin  sehingga ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat, seperti dalam bidang ilmu sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Ketika para ulama Baghdad  kehilangan semangat pintu  ijtihad dan lari ke dunia tasawuf dan tarekat dan umat hidup dalam taqlid, maka di wilayah Mesir yang dikuasai dinasti Mamluk bermunculan ulama-ulama besar. Ulama-ulama tersebut antara lain Ibnu Taimiyah (1263-1328), penganjur kemurnian ajaran Islam untuk kembali pada al-Qur’an dan Hadis dan membuka pintu ijtihad; Jalaluddin al-Suyuti, seorang ulama yang produktif menulis, baik di bidang tafsir maupun sejarah.
5. Bidang Seni dan Budaya.
            Pergantian Sultan yang dialami oleh dinasti Mamluk, khususnya pada masa dinasti Mamluk Bahri memberikan corak tersendiri bagi perkembangan arsitektur setiap sultan. Kondisi persaingan di bidang arsitektur ini memberikan gambaran tersendiri bagi kewibawaan dan kemajuan bagi diri sultan. Oleh karena  itu perhatian terhadap kondisi arsitektur melambangkan kejayaan kerajaan. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap sultan berusaha lebih berhasil dari pendahulunya meskipun semuanya tidak terpenuhi, sehingga ada keinginan mengabadikan sesuatu yang bersifat monumental dari kepemimpinannya sebagai warisan sejarah.
Pengembangan arsitektur yang sangat tinggi tersebut ditopang oleh datangnya beberapa insinyur tehnik yang melarikan diri ke Mesir untuk mencari perlindungan kepada sultan akibat kejaran tentara Mongol. Kedatangan arsitek tersebut membawa Mesir mengalami perkembangan seni dan budaya secara cepat, dengan prestasi-prestasi tersendiri seperti arsitektur, keramik, dan karya arsitek dalam logam.
Desain arsitektural yang khas muncul sebagai seni arsitektur keagamaan pada periode ini. beberapa mesjid dan madrasah biasanya dibangun dengan sebuah ruang tengah yang terbuka yang dikelilingi empat serambi pada setiap sisi utama dari ruang tengah tersebut, dengan beberapa ruang yang berhubungan dilengkapi dengan kamar-kamar untuk para pelajar. Bangunan makam biasanya diberi atap dengan sebuah kubah. Bangunan-bangunan yang lain yang didirikan pada masa ini adalah rumah sakit umum, perpustakaan, vila-vila, kubah dan menara mesjid.
            Kondisi kejayaan arsitektur Mamluk masa klasik digambarkan oleh beberapa ahli sejarah sebagai kota yang kaya akan pertunjukan visual ala kota klasik yang sangat luas, membentuk tatanan fisik kota dan melambangkan hubungan integral antara negara-negara Islam dan masyarakat urban.
E.     Kemunduran dan Kehancuran dinasti Mamluk
            Dinasti Mamluk telah menorehkan tinta sejarah keemasan Islam dan memberikan sumbangsih terhadap peradaban Islam dengan berbagai kejayaan yang pernah diraihnya. Namun demikian, sejarah mencatat pula bahwa banyak kerajaan-kerajaan yang telah mencapai puncaknya akhirnya mengalami kemunduran. Hal itulah yang dialami oleh dinasti Mamluk, kejayaan yang diraihnya tertoreh sebagai warisan sejarah kejayaan Islam.  sekaligus pengalaman pahit yang pernah terjadi dalam sejarah dinasti Islam akibat kehancuran yang dialami oleh dinasti ini.
            Sejarah telah mencatat bahwa pada masa dinasti Mamluk Bahri, Mamluk mengalami berbagai puncak kejayaan utamanya pada masa Baybar memegang tampuk kepemerintahan. Setelah pemerintahan Mamluk beralih kepada kelompok Mamluk Burji, dinasti Mamluk mengalami banyak kemunduran. Kemunduran itu disebabkan berbagai faktor internal dan eksternal.
            Para Sultan dari Mamluk Burji tidak memiliki pengetahuan cara mengatur roda pemerintahan kecuali latihan militer. Kenyataan menunjukkan situasi kelemahan yang dialami oleh dinasti ini. Barbesi misalnya melarang megimpor rempah-rempah dari India. Akibatnya, harga rempah-rempah menjadi mahal, apalagi komoditi ini dimonopoli oleh Sultan. Ia juga memonopoli pabrik gula dan melarang kaum wanita keluar rumah, memecat orang-orang non Muslim dari pegawi pemerintah. Dalam suasana stabilitas dalam negeri yang begitu rapuh, masyarakat juga dijangkiti berbagai macam penyakit epidemi yang meminta korban banyak.
            Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai pengetahuan. Kebiasaan hidup berpoya-poya dan hidup mewah menyebabkan harga pajak melambung tinggi, sehingga menyengsarakan rakyat dan membuat mereka putus asa dan hilang kepercayaan terhadap sultan. Pajaklah satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang yang banyak untuk membiayai pemerintahan, membayar pegawai, melengkapi istana-istana dengan berbagai kemewahan. Sultan yang memerintah dari tahun 1412-1421 M adalah seorang pemabuk, yang dibeli dari seorang pedagang Circassia. Sultan inilah yang melakukan berbagi perbuatan yang melampaui batas. Kondisi yang melanda dinasti Mamalik ini, meluas dari tingkat amir ke bentuk gangguan dalam masyarakat. Keadaan itu diperparah dengan adanya musim kemarau panjang yang mengakibatkan pertanian tidak berproduksi.
             Disamping kondisi internal tersebut di atas, kondisi yang tak kalah pentingnya yang mewarnai kemunduran dan kehancuran dinasti Mamluk adalah faktor eksternal. Pada tahun 1498 Vasco Da Gama, seorang navigator yang berkebangsaan Portugis, mendapat jalan ke Timur melalui Tanjung Pengharapan di Afrika Selatan. Dengan penemuan ini, orang Portugis dan Eropa lainnya bersatu untuk mendatangi daerah-daerah penghasil rempah-rempah di Timur. Akibatnya adalah kapal-kapal yang biasanya melintas di daerah Mesir dan Syiria kini baralih  ke Tanjung Pengharapan, sehingga penghasilan Mamluk menjadi berkurang. Dengan ditemukannya Tanjung Harapan sistem perdagangan dinasti Mamalik mulai runtuh secara berangsur-angsur.
            Di pihak lain suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi dinasti Mamalik, yakni kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Datangnya kekuatan baru tersebut diperparah dengan bergolaknya daerah kekuasaan Mamluk di Syiria. Selain karena penyerbuan tentara Mongol, juga karena ulah penguasa-penguasa setempat yang ingin melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Kekuatan Turki Usmani yang masuk Syiria itu berasal dari Anatolia yang memberikan perlawanan yang berarti terhadap pasukan Mamluk.
Dari Syiria, tentara Usmaniyah melaju ke Mesir. Pada waktu itu yang menjadi sultan di Mesir adalah Tumam Bey, bekas budak Qunshawh. Kedua belah pihak berhadapan di kota Kairo pada tanggal 28 Zulhijjah923 H/ 22 Januari 1417M,. kondisi pasukan Mamalik tidak dapat mengimbangi pasukan Turki Usmaniyah. Sehari setelah itu, sultan Salim dengan mudah memasuki Kairo. Orang-orang Mamalik menyerah kalah. Tumam Bey, sultan terakhir Mamalik akhirnya terbunuh pada bulan rabiul Awal 923 H/April 1517M.
            Dengan demikian, berakhirlah masa pemerintahan dinasti Mamalik, Kairo yang sebelumnya menjadi ibu kota kerajaan, sekarang tidak lebih dari sebuah kota propinsi dari kesultanan Turki Usmaniyah.











BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dinasti Mamalik adalah salah satu kerajaan yang berada di Mesir yang pada awalnya merupakan daerah yang bebas dari gangguan pihak luar dan muncul dalam suasana diintegrasipolitik secara total mengawali masa kemunduran dunia Islam, kendati dalam keadaan demikian, terbentuklah sebuah pemerintahan yang kokoh, dikendalikan oleh dua kelompok Mamalik yakni Mamalik Bahri dan Burji yang mampu bertahan selama tiga perempat abad.
Pada masa pemerintahannya, dinasti mamalik mengalami beberapa kemajuan baik di bidang konsolidasi pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan,militer serta bidng seni dan budaya. Namun demikian suatu pemerintahan tidak akan mengalami kemajuan dan tidak akn pernah bertahan lama, pasti akan mengalami kemunduran yang sekaligus membawa kehancuran. Hal inilah yang dialami oleh dinasti Mamalik. Kemunduran dan kehancurannya disebabkan oleh adanya faktor interen yakni tidak stabilnya pemerintahan disebabkan karena para penguasa ketika itu lemah, adanya kondisi alam yang diluar dugaan mereka, seperti terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan serta wabah penyakit yang menjangkit mengakibatkan banyak yang meninggal dunia. Sedangkan faktor eksteren yakni menguatnya Turki Usmani dalam berbagai bidang sehingga dapat memukul mundur kekuatan dinasti mamalik sampai menghancurkannya. Sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Mamalik.






Comments